Pola Kerja Hacker di Pilpres 2014 dan 2019 Sama, Targetnya Curi Data

Petugas melakukan pengecekan kualitas surat suara Pilpres 2019 saat pencetakan surat suara di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Territory Channel Manager Southeast Asia Kaspersky Lab Indonesia, Dony Koesmandarin, mengatakan bahwa momentum pemilihan umum anggota legislatif dan presiden serta wakil presiden, riskan menjadi target kejahatan siber.

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi negara lain ikut menjadi target. "Karena ini even besar. Jadi kemungkinannya pasti ada. Hacker mencoba menjadi pusat perhatian dengan memanfaatkan situasi seperti pilpres. Saya yakin pemerintah sudah aware," kata dia di Jakarta, Kamis, 7 Februari 2019.

Kendati yakin pemerintah sudah menyiapkan sistem keamanan, namun Dony meminta semua masyarakat untuk waspada. Sebab, mereka membidik data, baik data untuk dimanipulasi atau tidak lagi bisa diakses.

"Jika dibandingkan dengan pilpres lima tahun lalu enggak ada perubahan. Sama saja polanya. Pokoknya yang mereka targetkan data. Entah itu manipulasi data atau pun data jadi tidak bisa diakses sampai dengan jual beli data. Ini semua yang kemungkinan terjadi," tegas Dony.

Pencurian data tidak bisa disebut untuk memuluskan jalan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden saja, tetapi serangan siber dilakukan untuk berbagai motivasi. Apa pun bentuk serangan dan bagaimana mereka melakukan serangan, satu-satunya yang ditargetkan adalah data.

Sedangkan, untuk serangan Advanced Persistent Threat (APT), Dony meyakini hal itu tidak akan mungkin terjadi. Alasannya, karena hacker yang melakukan serangan jenis tersebut bergantung pada kebiasaan seseorang yang ditargetkan.

Data akan mereka kumpulkan sejak jauh-jauh hari, bahkan bisa dalam jangka tahunan. Dengan begitu, ia menyakini tidak mungkin dilakukan dalam dua bulan menjelang pilpres yang akan dilaksanakan pada 17 April mendatang. (ann)