Legal dan Bebas Biaya Lisensi, Open Source Diklaim Jadi 'Angin Segar'
- BGO Software
VIVA – Peningkatan kualitas sumber daya manusia salah satu dari 10 prioritas nasional yang sejalan dengan peta jalan Making Indonesia 4.0 untuk mempercepat visi Indonesia menjadi 10 ekonomi terbesar di dunia.
Penguatan strategi digital menjadi sesuatu yang penting dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk bersaing di era ekonomi digital.
Pada 2021, International Data Corporation atau IDC memprediksi bahwa 20 persen perusahaan akan memiliki strategi transformasi digital dan dalam proses mengimplementasikan strategi tersebut agar bisa bersaing.
Meski demikian, terbatasnya sumber daya manusia diakui sebagai salah satu tantangan besar dalam akselerasi transformasi digital di kalangan perusahaan.
Bahkan, menurut perusahaan riset A.T. Kearney, sektor pendidikan di Indonesia hanya mampu menghasilkan 278 insinyur IT dari setiap 1 juta penduduk.
Angka lulusan tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Malaysia yang mencetak 1.834 insinyur IT dan India yang mencetak 1.159 insinyur IT dari setiap 1 juta penduduk.
Meski begitu, riset ini juga menyebutkan bahwa Indonesia membutuhkan 5 kali lebih banyak insinyur IT dalam 10-15 tahun ke depan untuk mendukung perkembangan ekonomi digital.
Chief Executive Officer PT Equnix Business Solutions, Julyanto Sutandang menuturkan, keterbatasan pasokan sumber daya manusia bertalenta di bidang IT menjadi kendala yang dikeluhkan oleh para perusahaan.
Salah satu yang dilakukan Equnix dalam mencetak SDM IT berkualitas adalah dengan menggelar kampanye edukasi software open source, lewat kerja sama dengan Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komputer Indonesia (APTIKOM).
“Kerja sama ini tidak hanya untuk menghasilkan lulusan bertalenta tapi juga memiliki pengetahuan di bidang database dan solusi bisnis teknologi berbasiskan open source," ungkap Julyanto, dalam keterangannya, Minggu, 13 Januari 2019.
Software berbasiskan open source menjadi alternatif menarik dibandingkan dengan software komersial berlisensi yang cenderung memonopoli pasar.
Kegiatan monopoli adalah kontra produktif, terutama dalam model pasar yang bebas, karena tidak adanya persaingan yang sehat, sehingga efisiensi menjadi rendah dan hampir tidak ada ruang negosiasi untuk mengefisiensikan biaya dan meningkatkan layanan.
"Dalam dunia IT, ada komunitas gerakan open source yang dengan semangat berbagi dan menolak cara lisensi berbayar software yang cenderung memberatkan penggunanya," jelas dia.
Julyanto menerangkan software open source memberi angin segar di Indonesia dengan memungkinkan penggunaan software secara legal tanpa biaya lisensi. Keuntungan menggunakan teknologi berbasis open source adalah kemandirian.
"Tidak ada ketergantungan atau paksaan, karena tidak memiliki pilihan. Software berbasis open source memberikan kebebasan, pilihan, kejujuran, kemerdekaan, tanpa ada ketergantungan terhadap vendor," paparnya.
Menurut dia banyak perusahaan besar dunia sukses menggunakan berbagai software open source. Misalnya, Linux untuk sistem operasi, Apache untuk server web, PostgreSQL untuk database, serta PHP, Java, Perl, dan Python untuk bahasa pemrograman.
Sementara itu, Ketua Umum APTIKOM, Zainal A. Hasibuan menambahkan, kerja sama edukasi open source ini diharapkan para mahasiswa memiliki pemahaman tentang keunggulan software open source dan kebutuhan sumber daya IT di dunia bisnis. "Kerja sama ini juga memberikan gambaran alternatif bisnis yang dapat dikembangkan oleh para lulusan IT," ungkap Zainal.