Teknologi 'Face Recognition' Dipakai di Istana Presiden Negara Adidaya
VIVA – Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat atau US Department of Homeland Security, yang membawahi Pasukan Pengamanan Presiden (Secret Service), mengeluarkan kebijakan melakukan uji coba pengawasan pengenalan wajah atau face recognition di kawasan Istana Presiden atau Gedung Putih di Washington DC.
Dokumen yang diterbitkan pada akhir November kemarin ini tujuannya untuk mengidentifikasi subyek yang mencurigakan yang bisa menimbulkan ancaman bagi Presiden Donald Trump dan Wakil Presiden Mike Pence.
Sebenarnya, dokumen tersebut bersifat terbatas, namun diungkap ke publik oleh organisasi kebebasan masyarakat sipil AS atau American Civil Liberties Union (ACLU).
Dokumen ini menggambarkan sebuah tes yang akan membandingkan rekaman video sirkuit tertutup dari ruang pengawasan di Gedung Putih dengan database gambar secara detail dan real-time.
Mengutip situs The Verge, Rabu, 5 Desember 2018, uji coba ini dimulai 19 November dan berakhir pada 30 Agustus 2019. ACLU menilai uji coba tersebut menimbulkan kekhawatiran, terutama bagi warga yang berjalan kaki di luar Gedung Putih.
"Alasannya tidak masuk akal. Karena, siapa pun bisa dicurigai, khususnya para warga sipil pejalan kaki yang berada di luar Gedung Putih. Kami sungguh prihatin," demikian keterangan resmi ACLU.
Mereka juga menegaskan bahwa teknologi pengenalan wajah adalah salah satu biometrik paling berbahaya dari sudut pandang privasi, karena bisa dengan mudah disalahgunakan.
Sebelumnya, negara adidaya ini telah menggunakan pengenalan wajah untuk memindai penumpang pada penerbangan internasional dan domestik, dan kemungkinan besar, akan diperluas ke lebih banyak bandara internasional di AS selama beberapa tahun mendatang.
Bukan hanya Secret Service, beberapa departemen kepolisian juga sudah menggunakan alat pengenalan wajah yang dibuat oleh Amazon, yang disebut Rekognition, untuk memindai rekaman kamera real-time terhadap foto.