Utang Duit Online Demi Gaya Hidup, Wajar Nggak Sih?
- Pexels/freestocks.org
VIVA – Perusahaan Financial Technology atau Fintech semakin menjamur jumlahnya di Indonesia. Kehadirannya dinilai membantu masyarakat dari segi pendanaan dengan menyediakan pinjaman uang tunai.
Kemudahan pengajuan pinjaman di fintech, bisa jadi mendorong sebagian kalangan untuk berutang. Tujuannya penggunaan dana pun tentu bermacam-macam. Mulai dari pendidikan, modal usaha, hingga kesehatan. Namun, jika bicara soal utang untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup, sebenarnya wajar nggak, sih?
Konsultan Keuangan, Imelda Tarigan, tidak membenarkan perilaku demikian. Menurutnya, pinjaman dana dari fintech semestinya tidak digunakan untuk kebutuhan konsumtif.
"Utang online tidak wajar jika digunakan untuk menunjang gaya hidup. Jangankan utang online, utang yang lainnya juga tidak boleh digunakan untuk kebutuhan konsumtif, hanya untuk percaya diri saja," ujarnya di acara Kredivo, di Jakarta Pusat, Selasa, 4 Desember 2018.
Ditegaskan Imelda, utang online bisa menimbulkan masalah baru jika sampai tak bisa melunasinya. Akan lebih baik apabila utang dimanfaatkan untuk produktifitas pengguna, misalnya bisnis atau sesuatu yang kemudian dapat menghasilkan kembali.
"Kalau berutang itu, pertama kita harus yakin bisa bayar. Kedua, adalah adanya tanggung jawab besar akan menghasilkan sesuatu yang lebih besar," kata Imelda menambahkan.
Namun yang paling utama Imelda tekankan ialah keyakinan nasabah mengenai kemampuan melunasi kewajibannya itu. Karena saat ini banyak yang kadung terlilit utang.
Pasalnya, banyak juga penyedia pinjaman yang tidak mau tahu mengenai kondisi nasabah yang tak lagi mampu membayar utang. Mereka merasa mendapat pembenaran karena telah ada persetujuan dari nasabah, sehingga menurutnya wajib untuk melunasi utang beserta bunga.
"Awalnya kita mungkin merasa yakin bisa bayar, tapi karena ada satu dan lain hal, jadi gagal bayar. Bisa diselesaikan kalau kedua belah pihak mau menyelesaikannya dengan jalan terbaik," ujarnya.