Muslimah Tunarungu Sadarkan Industri Game Dunia

Susan, kritikus game yang tunarungu
Sumber :
  • Twitter/@OneOddGamerGirl

VIVA – Seorang kritikus game tuna rungu, Susan, berkolaborasi dengan koleganya yang memiliki nama populer Courtney Craven dalam membuat situs ulasan permainan yang bersahabat dengan para pemain yang mengalami masalah pendengaran

Susan memiliki masalah pendengaran namun Courtney tidak. Keduanya membangun kesadaran industri game melalui media sosial, blog dan penyiaran game. Langkahnya membuka mata industri game untuk lebih peduli dengan pemain game disabilitas

Dikutip melalui laman Digital Trends, Senin, 15 Oktober 2018, mereka membuat OneOddGamergirl.com, sebuah situs ulasan permainan yang secara khusus memberi akses pada pemain yang menyandang disabilitas. Untuk mencapai hal itu studio ini menguji coba dengan orang-orang disabilitas.

Susan merupakan seorang muslimah yang sehari-hari mengulas video game agar bisa lebih bisa diakses oleh kalangan tunarungu.

Susan tak sendirian. Chris, seorang game streamer juga bergerak. Di bawah nama DeafGamersTV, selama beberapa tahun belakangan ini, Chris menyiarkan game yang dia mainkan pada platform Twitch. Tujuannya untuk membangun kesadaran tunarungu dan membangun komunitas game untuk mereka yang mengalami masalah dalam pendengaran. Saluran siaran game-nya tak diduga menarik perhatian penikmat game yang normal maupun yang tunarungu. 

Chris memanfaatkan kamera web dan obrolan untuk menjadi wadah komunikasi, dengan penonton siaran game-nya.

"Biarkan gamer mengakses menu opsi sebelum memulai sesuatu. Mereka harus mengatur kecerahan layar, remapping tombol, pengaturan subtitle dan opsi lain untuk aksesibilitas yang berbeda," ujarnya.

Dia meyakini, jika hal-hal tersebut dilakukan dalam platform game, menurutnya akan banyak perusahaan game yang kian terbuka dengan kalangan disabilitas.

Game streamer, Chris

UR Process Manager Ubisoft David Tisserand, Project Manager Epic Kait Paschall dan Accessibility Lead EA Sport Karen Stevens, juga aktif mengadvokasi kebutuhan para pemain game yang berbeda. Langkah ketiga pentolan penerbit game itu mendapat ajungan jempol dari Susan.

"Mereka bertiga membawa aksesibilitas yang lebih baik pada game dan selalu mendengarkan umpan balik untuk memindahkan aksesibilitas ke prioritas utama. Namun ada beberapa studio yang terus-menerus mengabaikan," ujar Susan.

Susan mengharapkan, peningkatan kepedulian pada game yang menyandang disabilitas ini dapat membantu kebutuhan gamer. Para pengembang akan mulai berusaha untuk menyelaraskannya. 

Fortnite dan Minecraft misalnya, tercatat memiliki kemampuan secara luas. Mereka menyediakan opsi untuk subtitle, serta fitur mekanis lainnya.

"Ini tahun 2018, teknologi terus berkembang dan perusahaan-perusahaan ini perlu memanfaatkannya. Mereka hanya perlu mendengarkan untuk mengetahui apa yang salah dan apa yang harus ditingkatkan," kata Chris.