Hambatan Terbesar Digital Payment di Indonesia Akhirnya Terkuak
- www.pixabay.com/3112014
VIVA – Meski pemerintah mendorong gerakan nasional nontunai (GNNT), namun ada dua hal utama yang membuat layanan pembayaran elektronik atau digital payment tersebut mandek. Managing Director PT Digital Artha Media, Fanny Verona menilai, ekosistem dan budaya cashless dinilai belum siap di Indonesia.
"Ekosistem fintech payment belum siap. Harusnya bisa menggantikan posisi uang tunai. Masih banyak merchant yang tidak menerima pembayaran elektronik. Ditambah lagi budaya cashless kita masih jauh dari harapan," kata Fanny kepada VIVA, Rabu, 29 Agustus 2018.
Ia pun memberi contoh kasus China yang berhasil menerapkan keduanya. Fanny mengatakan hampir semua masyarakat di negara itu sudah cashless payment. "Justru mereka akan bingung jika diberikan uang tunai. Sama halnya di Amerika tahun 1970-an ketika mulai pakai kartu kredit," jelas dia.
Fanny menuturkan kondisi Indonesia saat ini sama seperti China 15 tahun silam, di mana saat itu negeri Tirai Bambu masih menjalankan online shopping yang disebut online catalog.
Online catalog inilah, kata dia, yang menyebabkan konsumen yang akan belanja online tidak jadi membayar dan barangnya menjadi hangus. Fanny menyebutkan istilah drop of rate itu masih tinggi di Indonesia, di mana rata-rata saat ini sekitar 50-60 persen.
"Pembeli hanya melihat-lihat. Waktu mau bayar harus mencari ATM. E-commerce harusnya bisa klaim bayar pakai online. Pakai kartu kredit. Makanya, bank berlomba untuk membuat virtual account, karena untuk menurunkan drop of rate itu," tutur Fanny.