Politikus Korup Bisa Minta Hak untuk Dilupakan, tapi Ada Syaratnya

Aturan Hak untuk Dilupakan atau Right to be Forgotten.
Sumber :
  • Instagram/@esmeralda_k_

VIVA – Salah satu penerapan ‘hak untuk dilupakan’ atau right to be forgotten yakni rehabilitasi nama orang yang didakwa bebas murni atas sebuah tuduhan. Orang yang bebas murni berhak untuk mengajukan penghapusan konten negatif tentang dirinya dalam pemberitaan di media daring. 

Aturan ‘hak untuk dilupakan’ menimbang kecepatan penerimaan informasi ini. Selain itu, mesin pencarian harus mengarahkan pembersihan nama mantan terdakwa tersebut. 

"Nah harus Google membalikkan di atasnya, harus diakses dia bebas murni. Bukan dihapus dia yang terdakwa. (Pokoknya) tidak di halaman pertama lah," ujar Dirjen Aplikasi dan Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, di Jakarta, Rabu 25 Juli 2018. 

Aturan hak untuk dilupakan, menurut Semuel, bisa diajukan pada politikus yang tersangkut korupsi. Jika dalam pengadilan mereka diputus tidak bersalah, maka data selama menjadi terdakwa bisa 'dilupakan'. 

Semuel menyatakan, selain itu aturan hak untuk dilupakan ini tentu melihat kasusnya. Ia mencontohkan dalam kasus video porno, yang mana data pribadi seseorang diakses oleh orang lain, bisa diminta untuk dihapus melalui pengadilan.  

"Pengadilan yang menentukan. Mekanismenya harus dilihat," kata Semuel. 

Namun dia menuturkan, Mahkamah Agung bisa menjelaskan kasus mana saja yang bisa menggunakan ‘hak untuk dilupakan’. 

Menteri Kominfo, Rudiantara mengaku kementeriannya sudah berdiskusi dengan MA menyangkut masalah hak untuk dilupakan ini.

Ia menuturkan, nantinya implementasi ‘hak untuk dilupakan’ akan berada di tangan pengadilan, bukan Kementerian Kominfo. Nantinya kasus penghapusan informasi elektronik yang ditangani oleh pengadilan, bisa pidana maupun perdata. 

"Saya sudah ke Mahkamah Agung, karena pelaksanaannya oleh pengadilan nanti," kata Rudiantara.

Indonesia telah memiliki aturan right to be forgotten atau dikenal 'hak untuk dilupakan', yang termuat dalam pasal 26 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Hak tersebut memungkinkan semua orang warga negara Indonesia meminta penghapusan informasi maupun dokumen elektronik terkait dirinya yang sudah tak relevan lagi di internet. Dalam undang-undang tersebut, ketentuan permintaan hak untuk dilupakan harus didasarkan pada ketetapan pengadilan.