Siapa Juara Order Fiktif, Grab atau Gojek

Para mitra pengemudi (driver) ojek online saat unjuk rasa di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA Foto/Muhammad Adimaja

VIVA – lnstitute for Development of Economics and finance atau Indef menemukan maraknya order fiktif di industri berbagi tumpangan daring di lndonesia. Hal itu ditemukan berdasarkan survei yang dilakukannya dengan melibatkan 516 mitra pengemudi Gojek dan Grab.

Direktur Program Indef, Berly Martawardaya mengatakan, berdasarkan survei tersebut, para mitra pengemudi mengakui adanya tindakan curang sering terjadi sehari-hari di lapangan. Hampir dua dari tiga mitra pengemudi atau 61 persen mengatakan, mereka mengetahui sesama mitra pengemudi yang pernah mengorder fiktif alias opik, untuk mencapai target jumlah perjalanan dan mendapatkan insentif.

"Para mitra pengemudi yang melakukan tindakan curang menggunakan perangkat lunak GPS palsu untuk memalsukan perjalanan dan menyelesaikan perjalanan tanpa harus benar-benar membawa penumpang dan mencurangi sistem," ujar Berly di kantornya, Kamis, 7 Juni 2018.

Dia menjelaskan, dengan menggunakan banyak nomor dan akun palsu, mereka berpura-pura menyelesaikan perjalanan demi mendapat insentif yang dijanjikan setelah mencapai target jumlah perjalanan tertentu.

Selain itu, kata dia, order fiktif juga kerap dilakukan untuk menjauhkan mitra lain dari tempat tertentu. Hampir semua mitra pengemudi atau 81 persennya mengakui, mendapat order fikif setiap pekannya, dan satu dari tiga mitra pengemudi atau 37 persennya mengakui, mendapat order fiktif setiap harinya.

"Temuan survei ini cukup mengejutkan, selain merugikan perusahaan, penghasilan para mitra pengemudi yang bekerja dengan jujur juga terdampak oleh perilaku ini," ungkapnya.

Dia juga mengatakan, survei tersebut juga menemukan, lebih dari setengah mitra pengemudi atau 53 persennya tidak setuju dengan tindakan order fiktif yang dilakukan teman-teman mereka. Dan satu dari tiga pengemudi atau 34 persennya bahkan pernah secara aktif memperingatkan teman mereka yang melakukan tindakan order fiktif.

Gojek atau Grab

Di samping itu, Berly menuturkan, ketika dijabarkan berdasarkan perusahaan aplikasi, mitra pengemudi Gojek menunjukkan tingkat kepercayaan lebih rendah kepada platform tempat mereka bernaung, karena hampir setengah dari mitra pengemudi Gojek atau 46 persennya mengeluhkan, perusahaan tidak mengetahui atau mengetahui tapi membiarkan praktik curang tersebut.

"Sementara, angka ketidakpercayaan untuk Grab juga cukup tinggi, yakni 30 persen dari mitra pengemudi menyatakan hal serupa dengan mitra pengemudi Gojek tentang platform Grab," ungkapnya.

Hasil survei juga, kata dia, menunjukkan 42 persen mitra pengemudi percaya bahwa Gojek adalah platform dengan order fiktif paling banyak terjadi. Sementara 28 persen mitra pengemudi mengatakan, di Grab lah order fiktif lebih banyak terjadi.

Untuk itu, sebagai rekomendasi, Berly menuturkan, sangat krusial bagi mitra pengemudi dan perusahaan berbagi tumpangan daring untuk bekerja sama dalam melawan tindakan curang ini.

"Perusahaan harus mengembangkan teknologi yang dapat mendeteksi tindakan curang secara real-time. Perusahaan juga harus menjatuhkan hukuman seberat-beratnya untuk mitra pengemudi yang ketahuan melakukan tindakan curang," tegasnya. (ase)