Pemerintah Mau Tutup Facebook, Masa sih?

CEO Facebook, Mark Zuckerberg
Sumber :
  • REUTERS/Aaron P. Bernstein

VIVA – Facebook telah menjawab Surat Peringatan kedua yang dilayangkan Kementerian Kominfo. Hal ini dikonfirmasi oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan. 

"Yang dua sudah. Sudah dijawab, dong. Kalau tidak kan dikasih SP3," ujar Semuel kepada VIVA, Jumat 20 April 2018. 

Ia menuturkan, jawaban SP2 Facebook sama seperti apa yang dilaporkan Facebook saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi I DPR. Setelah menerima jawaban SP2, Kominfo meminta data-data tambahan dan klarifikasi pada Facebook untuk dipenuhi selama seminggu ke depan.

"Kita juga minta lagi data-data lainnya. Dikasih waktu kok itu, seminggu kalau enggak salah untuk menyiapkan data-data yang kita minta," tambahnya.

Semuel juga menyatakan bahwa setelah dipenuhi semua data-data dari Facebook, maka akan dilakukan investigasi juga dari pihak pemerintah. Namun investigasi itu baru bisa dilakukan setelah pemerintah Inggris menyelesaikan investigasi terhadap Facebook. 

Sepertinya jalan masih panjang bagi pemerintah untuk bisa melakukan pemblokiran media sosial tersebut. Apalagi proses investigasi bukanlah aksi yang memakan waktu sebentar.

Pemerintah seperti tak bertaji

Rumor akan ditutupnya Facebook ditanggapi dingin oleh pengamat telekomunikasi dari Indotelko Forum, Doni Ismanto. Menurut dia, pemerintah seperti bingung dalam menghadapi Facebook alias tak bertaji. Sikap ini sangat berbeda ketimbang ketika menghadapi Telegram, Tumblr, bahkan pemblokiran situs berbau konten Islam.

"Padahal kalau dilihat dari pelanggaran, pemerintah sendiri yang memasang regulasi berlapis terhadap Facebook, mulai dari Permen Perlindungan Data Pribadi sampai UU ITE. Harusnya bisa lebih keras bertindak. Pemerintah kan sudah melempar deadline untuk melakukan aksi blokir terhadap Facebook. Surat Peringatan sudah dua kali keluar, kenapa malah bersurat-menyurat terus seperti pasangan rindu terpisah jarak dan waktu," kata Doni kepada Viva.co.id, dihubungi melalui telepon genggamnya.

Dikatakannya, semestinya ada aksi konkrit terhadap Facebook, dimulai dengan blokir terbatas. Salah satunya memblokir fasilitas iklan, atau membatasi fitur-fitur Facebook yang menjadi ladang uang mereka di Indonesia.

"Mereka (pemerintah) itu semua kan perwakilan negara. Artinya ini NKRI melawan kapitalis asing. Kalau kita tak tunjukkan ketegasan, apa kata dunia? Ingat, Indonesia itu nomor tiga paling gede bocornya. Negara lain yang bocornya sedikit aja tegas. Masa nunggu pula perwakilan masyarakat nuntut FB. Kalo itu terjadi artinya negara gagal dalam melindungi hak warga negaranya," ujar Doni.

Sebelumnya, pada Selasa, 17 April 2018, Facebook dipanggil Komisi I DPR terkait skandal data yang menyeret media sosial itu. Facebook bersikukuh tak ada kebocoran data pada pihaknya. Mereka juga menegaskan bahwa Facebook tak pernah menyimpan atau mengunduh data penggunanya. 

Namun mereka menuding akademisi, Alexandr Kogan dalam masalah ini. Kogan dirasa melanggar kepercayaan antara Cambridge Analytica dan Facebook. Vice President of Public Policy Facebook Asia Pasific, Simon Miller menyatakan pihaknya tak ada hubungan dengan Cambridge Analytica, tapi hanya dengan Kogan.