Kamu Korban Kebocoran Data Facebook? Cari Tahu Senin Nanti
- REUTERS/Dado Ruvic
VIVA – Facebook memang telah mengakui bahwa data puluhan juta penggunanya dimanfaatkan oleh pihak ketiga melalui aplikasi. Untuk memperbaiki kesalahan, Facebook akan menginfokan aplikasi apa saja yang membocorkan data penggunanya.
Hal ini diungkap CTO Facebook, Mike Schroepfer, dalam postingannya di Facebook Newsroom. Dalam penjelasan panjang lebar terungkap kalimat bahwa informasi itu akan terkuak pada Senin, 9 April 2018.
"Akhirnya, mulai Senin, 9 April, kami akan memberikan link aplikasi-aplikasi yang mereka gunakan, dan informasi apa saja yang telah mereka bagikan di aplikasi-aplikasi tersebut. Kami akan paparkan aplikasi itu di bagian atas News Feed anda," tulisnya.
Dijelaskan Schroepfer, dari situ pengguna bisa langsung menghapus aplikasi-aplikasi yang tidak lagi dibutuhkan atau digunakan.
"Sebagai bagian dari proses ini, kami juga akan memberitahukan ke pengguna, jika mereka menjadi korban dari kebocoran data Cambridge Analytica," katanya.
Di seluruh dunia, diperkirakan tak kurang dari 87 juta data pengguna Facebook juga bocor. Indonesia masuk diurutan ketiga terbanyak jumlah pengguna yang datanya bocor, sekitar 1 juta.
Asal muasal kebocoran masif data Facebook ini diungkap oleh Christopher Wylie, mantan kepala riset Cambridge Analytica, kepada koran Inggris, The Guardian, Maret 2018 lalu.
Baca juga SOROT: Candu Facebook
Menggunakan aplikasi survei kepribadian yang dikembangkan Global Science Research (GSR) milik peneliti Universitas Cambridge, Aleksandr Kogan, data pribadi puluhan juta pengguna Facebook berhasil dikumpulkan dengan kedok riset akademis.
Data itulah yang secara ilegal dijual pada Cambridge Analytica dan kemudian digunakan untuk mendesain iklan politik yang mampu mempengaruhi emosi pemilih. Konsultan politik ini bahkan menyebarkan isu, kabar palsu dan hoaks untuk mempengaruhi pilihan politik warga.
Induk perusahaan Cambridge Analytica yakni Strategic Communication Laboratories Group (SCL) sudah malang-melintang mempengaruhi pemilihan di 40 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. (ren)