Ilmuwan RI Bahas Bentuk Bumi Datar atau Bulat, Hasilnya?
- VIVA/Muhammad A.R
VIVA – Badan Informasi Geospasial atau BIG dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI, menyelenggarakan diskusi dengan tema ‘Geoid, Bumi Datar atau Bumi Bulat?’, Selasa 20 Februari 2018. Diskusi ini mengupas mengenai geoid, bagaimana proses pemodelan Bumi, serta bagaimana permasalahan bentuk Bumi dari sisi geodesi dan astronomi.
Kepala Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika BIG, Antonius Bambang Wijanarto, menjelaskan pentingnya diskusi bentuk Bumi.
Dari sisi geospasial, BIG melalui Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika (PJKGG) selalu berupaya menyediakan data yang akurat dan terbaru soal lnformasi Geospasial Dasar (IGD) berupa Jaring Kontrol Geodesi (JKG).
JKG terdiri atas beberapa unsur, yaitu Jaring Kontrol Horisontal Nasional (JKHN), Jaring Kontrol Vertikal Nasional (JKVN), dan Jaring Kontrol Gayaberat Nasional (JKGN). JKHN merupakan kerangka acuan posisi horisontal untuk lnformasi Geospasial (IG).
Sementara itu, JKVN digunakan sebagai kerangka acuan posisi vertikal untuk IG dan JKGN digunakan sebagai kerangka acuan gaya berat untuk informasi geospasial.
BIG juga memprakarsai terbentuknya Konsorsium Gayaberat Indonesia (KGI). KGI dibentuk dengan tujuan untuk mempercepat tersedianya data gaya berat di seluruh Indonesia.
Tantangan pemodelan Bumi di Indonesia yakni negara kepulauan dengan lima pulau besar dan beberapa pulau kecil dengan total 16.056 pulau yang bernama dan berkoordinat, serta masih banyak lagi pulau yang sedang dan akan dilakukan verifikasi lebih lanjut.
Salah satu karakteristrik negara kepulauan adalah variasi perairan yang berbeda setiap wilayahnya. Perbedaan variasi tersebut menyebabkan adanya perbedaan pasang surut yang berimplikasi pada perbedaan sistem referensi geospasial vertikal.
Urgensi ketersediaan model geoid teliti Indonesia selain sebagai sistem referensi geospasial vertikal juga berguna untuk unifikasi sistem tinggi di semua wilayah.
Menurut Antonius, ketersediaan data gaya berat akan bermanfaat bukan hanya untuk pemodelan Bumi di Indonesia, namun juga bisa menjelaskan bagaimana bentuk Bumi sesungguhnya apakah bulat atau datar.
"Dengan pemodelan ini kami akan mengetahui bahwa bentuk Bumi ini memang tidak bulat, tidak pula datar, melainkan elipsoid dengan permukaannya tidak beraturan karena berbagai topografi yang ada di Bumi ini. Atau dikenal sebagai geoid. Selain dari sisi geospasial, bagaimana bentuk Bumi ini juga akan dikupas dari sisi geodesi dan astronomi," ujar Antonius pada diskusi di Two Stories Cafe & Resto, Bogor, bertempat di Jalan Padjadjaran Indah V No.7, Kota Bogor, Jawa Barat.
Sementara itu, dosen Prodi Astronomi Institut Teknologi Bandung, Moedji Raharto menegaskan, dengan bukti pengamatan pemodelan Bumi, maka sudah tegas bentuk Bumi itu bulat.
Dia menunjukkan melalui Bumi dan Bulan, peradaban manusia bisa menciptakan teknologi-teknologi yang bisa dimanfaatkan, salah satunya adalah satelit komunikasi. Dengan dasar Bumi dan Bulan, jelasnya, manusia bisa merancang dan menghasilkan penerbangan yang murah sebab manusia menggunakan astronomi bola.
Dasar Bumi Bulan, menurutnya, juga bukan hanya bisa menentukan arah kiblat saja tapi juga memudahkan jalur penerbangan pendek.
"Dengan dasar Bumi Bulan ini kami bisa mempelajari untuk bisa menyejahterakan manusia. Sedangkan mengenai Bumi datar tidak akan cukup waktu karena tidak ada ujungnya," katanya.