Bawaslu: Berita Hoax Bikin Bangsa Pecah Belah
- VIVA/Novina Putri Bestari
VIVA – Pemilihan kepala daerah serentak dilaksanakan pada Agustus 2018. Tercatat, ada 171 pilkada yang terbagi atas 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten.
Tak heran kalau 2018 merupakan tahun politik sekaligus pengantar untuk memasuki tahun politik 2019. Potensi pemanfaatan identitas primordial dan kultural dikhawatirkan dapat menimbulkan anarkisme sosial.
Selain itu, isu berita palsu atau hoax yang diwujudkan melalui narasi radikalisme di dunia maya, eksploitasi agama dalam kepentingan politik telah menggiring terciptanya sentimen SARA yang berujung terhadap kebencian, kekerasan dan radikalisme terorisme.
"Ini tentu sangat berpotensi memecah belah persatuan bangsa," kata Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum, Abhan, di Jakarta, Rabu, 31 Januari 2018.
Untuk itu, Bawaslu menggandeng Komisi Pemilihan Umum dan Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk kerja sama melalui nota kesepakatan aksi serta beberapa platform media sosial untuk deklarasi internet lawan hoax.
Ia mengatakan pilkada serentak juga bisa menjadi ajang pemilihan yang bermuatan negatif dengan penggunaan sarana internet untuk menyebarkan berita bohong dan ujaran kebencian.
Abhan menuturkan, pilkada ini juga menjadi momentum ketiga lembaga negara bersama platform internet untuk memerangi hoax, termasuk membantu panitia, peserta maupun pemilih untuk mengadang berita-berita berkonten negatif.
"Kesepakatan ini bertujuan untuk menciptakan pesta demokrasi menjadi hajatan yang berimbang, menarik, dan membangkitkan kreativitas, namun tetap melindungi seluruh masyarakat, khususnya pemilih dan peserta pemilu Tanah Air yang lebih bermartabat," paparnya.
Ia menambahkan kesepakatan ini perlu karena dalam laporan Bawaslu di mana 12 dari 17 provinsi yang menyelenggarakan pilkada termasuk berkategori tinggi tingkat penggunaan media sosial dalam menanggapi isu-isu pilkada. "Lebih parahnya potensi penggunaan motif SARA bisa terjadi di semua daerah," ungkap Abhan.