Hindari Ledakan Tambang, Deteksi Gas Metan Harus Maksimal

Masyarakat berkerumun di dekat lubang tambang yang meledak di Sawahlunto
Sumber :
  • Antara/ Arif Pribadi

VIVA.co.id – Terkait ledakan tambang yang sering terjadi di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumbar, Ade Edward mengimbau kepada pihak manajemen seluruh perusahaan tambang yang ada untuk memaksimalkan penggunaan peralatan pendeteksi gas metan, temperatur serta peralatan keselamatan pekerja lainnnya.

Hal ini sebagai bentuk antisipasi agar tidak ada lagi insiden serupa yang memakan korban jiwa. Selain itu, manajemen perusahaan juga harus memperhatikan sistem ventilasi udara, kelistrikan sesuai dengan SOP pertambangan yang berlaku. Perusahaan melalui Kepala Teknik tambang, sebelum memulai aktivitas tambang harus memastikan lebih detail jika operasional sudah sesuai SOP.

"Operasional tambang dalam memang penuh dengan resiko dan memerlukan biaya yang cukup besar serta kemampuan teknis yang mumpuni untuk bisa melaksanakan sesuai SOP. Namun jika semua prosedur bisa dijalankan maka insiden dapat diminimalisir,"kata Ade Edward, Jumat 31 Maret 2017.

Ade Edward menegaskan, diantara standar prosedur yang penting, salah satunya yakni alat deteksi gas metan yang difungsikan secara maksimal selama 24 jam, sehingga sewaktu-waktu terjadi peningkatan konsentrasi gas methana secara mendadak maka dapat dideteksi secara dini dan memberikan warning kepada pekerja tambang.

"Bila terjadi sesuatu di luar ambang normal maka sebelum terjadi Air Blast, seluruh personil dalam lubang tambang sudah dapat mengetahui secara dini dan segera mengevakuasi diri keluar lubang tambang. Alat deteksi mesti berfungsi terus karena juga berlaku sebagai warning system," sebut Ade.

Selain itu, lanjut Ade, fasilitas ventilasi juga harus diperbanyak untuk menetralisir kandungan gas methan dengan selalu menyemburkan udara bersih dari luar ke bagian front tambang. Dengan demikian kualitas udara di front tambang selalu termonitor dan terkontrol dengan baik. Ventilasi bisa dibantu dengan alat blower.

Terkait Air Blast yang menjadi dugaan sementara penyebab ledakan tambang batu bara milik CV Bara Mitra Kencana di Sawahlunto, Ade Edward belum bisa memastikan hal tersebut."Ya, kita tunggu dulu hasil pemeriksaan dan kajian oleh Inspektorat Pertambangan Provinsi,"paparnya.

Namun demikian, Ade Edward tak menampik jika Air Blast merupakan salah satu penyebab seringnya terjadi ledakan tambang. Karena Air Blast terjadi jika adanya konsentrasi yang tinggi antara methana dan debu batu udara.

Diketahui sebelumnya, tambang batu bara milik CV Bara Mitra Kencana (BMK) yang berada di Tanah Kuning, Kecamatan Talawi Sawahlunto, Sumatera Barat, Rabu 29 Maret 2017 sekira pukul 09.00 Wib WIB, meledak. 

Dari 20 pekerja tambang yang saat itu tengah bekerja, Dua diantaranya mengalami luka bakar 80 persen, Empat lainnya mengalami trauma Inhalasi atau masuknya udara panas kedalam paru-paru.

Tercatat sejak tahun 2009 hingga saat ini, sedikitnya sudah empat kali insiden ledakan tambang batu bara di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat dengan korban terbanyak pada tahun 2009 sebanyak 31 orang meninggal.