Racun Mematikan Ini Diuji untuk Menangkal Kerusakan Otak

Laba-laba Hadronyche infensa
Sumber :
  • Twitter/@DrMaggieHardy

VIVA.co.id – Ilmuwan asal Australia menemukan racun dari laba-laba mematikan di dunia bisa mencegah kerusakan otak akibat stroke.

Peneliti University of Queensland Australia mengatakan, racun dari spesies laba-laba Hadronyche infensa ke depan berpotensi dipakai untuk mencegah kerusakan otak pada orang yang mengalami stroke. Hadronyche infensa dikenal sebagai salah satu laba-laba mematikan di dunia.

Ilmuwan menemukan protein pada racun laba-laba mematikan itu, Hi1a, mampu mencegah proses pengasaman yang bisa membunuh sel otak serta mencegah sel saraf otak mati.

Dikutip Science Alert, Rabu 22 Maret 2017, problem kerusakan otak kerap terjadi pada orang yang mengalami stroke. Setidaknya lima juta orang mengalami kerusakan otak tiap tahunnya setelah terkena stroke. 

"Kami meyakini untuk pertama kalinya telah menemukan cara guna meminimalkan dampak kerusakan otak setelah stroke," ujar peneliti University of Queensland Australia, Glenn King. 

Menariknya, protein Hi1a ditemukan peneliti universitas tersebut secara tak sengaja, saat tim sedang mengurutkan DNA Hadronyche infensa. 

Saat itu, tim peneliti secara kebetulan melihat peptida yang mirip dengan molekuler psalmotoxin (PcTx1), senyawa yang diisolasi dari racun tarantula. Senyawa PcTx1 sebelumnya telah dibuktikan melindungi otak tikus saat diinduksi dengan stroke.

Kemiripan itu mendorong peneliti untuk memeras racun dari tiga spesimen laba-laba Hadronyche infensa. Tim peneliti menyintesiskan protein Hi1a dan mereplikasi dampak PcTx1 dengan Hi1a. 

Dalam pengujiannya, peneliti mencoba Hi1a pada otak tikus yang diinduksi dengan stroke. Setelah dua jam dikondisikan stroke, Hi1a mengurangi tingkat kerusakan otak hingga 80 persen pada korteksnya. 

Pencapaian protein itu lebih baik dari spesimen tikus yang tak diberikan Hi1a. 

Saat protein itu diinduksi ke protein setelah delapan jam dikenai stroke pun, Hi1a masih berkontribusi, dengan mengurangi tingkat kerusakan otak hingga 65 persen. King meyakini Hi1a hampir bisa mengembalikan fungsi-fungsi otak menjadi normal. 

"Terbukti, Hi1a ternyata lebih kuat (dari PcTx1)," kata King. 

Setelah berhasil mengujinya pada tikus, peneliti berharap hal yang sama bisa terjadi pada manusia. Namun, peneliti menyadari, mereka perlu menjalankan uji klinis terlebih dahulu pada pasien stroke selama dua tahun ke depan. 

Tim peneliti menegaskan, jika uji coba ke depan berhasil dan membuktikan Hi1a aman, akan merevolusi perawatan stroke. Nantinya, stroke bisa ditangani melalui suntikan ke dalam otak atau hidung. (art)