UGM Ciptakan Alat Deteksi Zat Berbahaya pada Makanan

Alat Pendeteksi Makanan
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Daru Waskita
VIVA.co.id - Laboratorium Pengujian dan Penelitian Terpadu (LPPT) bertugas memfasilitasi kegiatan penelitian, pelatihan dan pengujian untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai unit penunjang pendidikan, LPPT melakukan berbagai pelayanan pengujian penelitian, baik di dalam dan luar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.

Kepala LPPT UGM, Tri Joko Raharjo, mengatakan, dari sekian banyak layanan penelitian yang dilakukan oleh LPPT, setidaknya ada dua hasil riset yang sudah menggunakan jasa LPPT dan sengaja dipamerkan dalam pertemuan customer gathering, Sabtu 20 Februari 2016.

Dua hasil riset itu di antaranya elektronic nose dan masker anti asap. Dua produk ini dikembangkan oleh Dr Kuwat Triyana, MSc.
 
Kepada wartawan, Kuwat Triyana, menjelaskan, hidung elektronik atau electronic nose atau enose dikembangkan meniru cara kerja hidung manusia. Alat ini dibuat untuk bisa mengenali atau membedakan sebuah sampel dengan sampel lainnya. Enose harus dilatih dulu agar mempunyai ingatan pada sampel-sampel yang dilatihkan.

“Cara kerjanya mirip seperti hidung. Sampel ditaruh di alat, untuk mendapatkan aroma, bahannya dipanaskan. Aroma gas yang keluar akan dideteksi oleh sensor, lalu dianalisis lewat software khusus,” katanya.

Dijelaskan Kuwat, penelitian alat ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 2000. Kuwat yang juga dosen program studi Fisika, FMIPA UGM, ini mengatakan, alat ini sudah dilatih untuk membedakan daging babi atau bukan. Bahkan juga digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya birahi pada sapi betina.

“Cara kerja alat ini sangat cepat, dalam waktu lima menit bisa selesai. Akan kita kembangkan dalam satu menit sampel bisa diketahui hasil akhirnya,” tuturnya.
 
Selain itu, Enose juga bisa digunakan untuk deteksi cepat kontaminasi zat berbahaya seperti formalin dalam makanan, masa kedaluwarsa produk makanan, dan kehalalan makanan. Saat ini juga sedang dikembangkan enose untuk deteksi cepat tuberculosis (TBC).

“Sedang kami kembangkan untuk bisa uji TBC, saya kira ini bisa dimanfaatkan oleh Puskesmas dan rumah sakit nantinya dengan harga yang lebih terjangkau,” katanya.

Sementara produk lain berupa masker untuk anti asap dan bakteri menggunakan bahan serat nano atau nanofiber yang dibuat dengan bahan sintetik seperti polivinyl alkohol. Juga bahan alam seperti kitosan dan gelatin menggunakan mesin electrospinning yang dikembangkan oleh grup riset nanomaterial UGM.

“Saat ini telah berhasil dibuat masker asap berserat nano, pemisah air dengan minyak,” katanya.
 
Penelitian ini, menurut Kuwat, terinspirasi dari bencana asap kebakaran hutan yang terjadi beberapa waktu lalu. Meski masih dalam tahap pengembangan, masker ini menggunakan bahan nano alami yang bisa memfilter bakteri dan debu.
 
Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Prof  Dr Suratman, MSc., mengatakan dua riset inovasi ini segara dipatenkan untuk menjadi produk bisnis unggulan di tingkat global.

“Paling tidak temuan ini dapat memberikan solusi pada permasalahan bangsa,” katanya. (one)