SAFEnet: Demokrasi Digital Terkekang Pasal Karet

Ilustrasi penggunaan internet di layar komputer.
Sumber :
  • REUTERS/Brian Snyder
VIVA.co.id
- Keberadaan internet telah mengubah perilaku manusia. Bahkan, soal penyampaian aspirasi pun mulai meluas hingga ke dunia maya dengan munculnya‎ berbagai petisi online, sehingga menguatkan istilah demokrasi digital.

Para penggiat internet ‎tak menampik kehadiran demokrasi digital ini, seperti Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). Disampaikan organisasi tersebut adanya demokrasi digital tak merubah tatanan demokrasi yang sudah ada.

"Demokrasi digital bukan menggantikan yang sekarang. Digital itu artinya memperluas percakapan hingga ke teknologi, seperti internet," ujar Koordinator Regional SAFEnet Damar Juniarto kepada VIVA.co.id di Synthesis Residence Kemang, Jakarta, Senin, 21 Desember 2015.

Damar melanjutkan, percakapan itu dinilai penting sebagai tiang dari konstruksi demokrasi, apakah pemerintah atau negara sudah menjalankan fungsi idealnya atau tidak.

"Internet memberi ruang baru. Kita pakai untuk menyampaikan aspirasi dalam media sosial secara lugas, karena di media sosial tidak ada interfensi dari pemerintah. Semuanya punyak hak yang sama," kata dia.

Namun, demokrasi digital tersebut masih ada bayang-bayang terancam terbelenggu. Pasalnya sampai saat ini kebebasan berekspresi dan berpendapat di internet‎ masih rentan dibui, karena adanya Undang-Undang Informasi Transaksi dan Elektronik (ITE) Pasal 27 ayat 3 atau yang dikenal dengan pasal karet.

"Demokrasi digital ini terancam oleh adanya pasal karet," ucap Damar.