UU Telekomunikasi dan Penyiaran Dinilai Kedaluwarsa
- VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto
VIVA.co.id - Telekomunikasi dan penyiaran merupakan dua sektor strategis yang mempunyai nilai sosial, ekonomi, dan politik yang berperan besar terhadap sebuah negara. Namun, seiringnya perkembangan zaman, dua sektor tersebut dianggap belum diatur dengan peraturan yang memadai. Sehingga, baik telekomunikasi maupun penyiaran, belum cukup memberikan nilai terhadap kedaulatan negara dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) Amir Effendi Siregar mengatakan, pada era konvergensi teknologi saat ini, dua sektor tersebut sangat berkaitan bahkan menyatu satu sama lainnya. Sayangnya, regulasi keduanya masih belum padu.
Amir menyebutkan, undang-undang Telekomunikasi No. 36 Tahun 1999 dibuat di zaman deregulasi dan liberalisasi, menyebabkan pemodal asing dapat menjadi pemegang saham mayoritas yang mengandalkan perusahaan telekomunikasi.
"Sementara itu, Undang-undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 lahir di zaman reformasi, sehingga undang-undang ini lebih demokratis dalam pengaturan kepemilikan. Sejumlah pasal menunjukkan bahwa kedua undang-undang itu mempunyai perbedaan paradigmatik dalam mengatur kegiatan industrinya," ujar di Jakarta, Selasa, 28 Juli 2015.
Untuk membuktikan kedua undang-undang itu sudah tidak relevan pada zaman sekarang, PR2Media sudah melakukan penelitian. Hasilnya menunjukkan bahwa sejak awal perkembangan telekomunikasi, pemerintah dinilai kurang memperhitungkan keberlanjutan kebijakan yang dibuatnya.
"Roadmap dan blue print tidak punya. Ini menjadi masalah utama untuk pembangunan berbagai sektor telekomunikasi. Undang-undang itu sekarang sudah tidak sinkron dan bertentangan. Maka itu, banyak perusahaan yang didominasi oleh asing," tutur Amir.
Amir juga mengungkapkan regulator pun turut menjadi masalah. Sebab, saat ini tidak ada regulator independen telekomunikasi. Kondisi ini menyebabkan kerugian bagi negara dan warga.
"Misalnya pengaturan bisnis yang tidak sehat dan tidak transparan tarif. Lemahnya penegakan aturan penyiaran juga menyebabkan siaran nasional yang Jakarta sentris dan lemahnya penyiaran lokal di daerah," katanya.