Juara, Leicester Patahkan 6 Mitos Premier League
- Reuters / Darren Staples
VIVA.co.id – Leicester City membuat kejutan musim ini. Skuad asuhan Claudio Ranieri ini sukses memastikan jadi juara Premier League mengalahkan sejumlah tim elite bertabur pemain bintang.
Sukses Leicester menjadi perbincangan hangat di dunia sepakbola. Sebab, di awal musim ini, peluang mereka juara sempat diprediksi hanya 5.000 : 1. Prediksi yang bukan tanpa alasan. Sebab musim lalu mereka nyaris degradasi.
Selain itu, keberhasilan Leicester musim ini juga sekaligus mematahkan sejumlah mitos di Premier League yang sudah berlangsung lama. Apa saja? Seperti dilansir Skysports, berikut ini enam mitos yang dipatahkan Leicester:
1. Modal Besar
Sejarah juara Premier League membuktikan, untuk bisa menjadi pemenang, dibutuhkan modal besar untuk membangun skuad. Tapi, Leicester mematahkan mitos itu. Mereka juara dengan skuad murah.
Starting IX Leicester ditaksir hanya senilai £23 juta atau setara dengan Rp442 miliar. Nilai uang seperti itu biasanya merupakan harga satu pemain bintang yang dibeli sebuah klub besar.
2. Pemain Berpengalaman
Bagi Leicester, pemain berpengalaman bukan segalanya. Faktanya, hanya ada satu pemain yang pernah merasakan gelar juara Premier League, yaitu mantan pemain Chelsea, Robert Huth.
3. Rotasi adalah Kunci
Saat melatih Chelsea, Ranieri mirip seperti mantan manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson, yang gemar melakukan rotasi untuk menjaga kebugaran para pemain. Tapi, kebiasaan itu dia ubah saat melatih Leicester.
Ranieri menjaga kontinuitas skuadnya musim ini. Manajer asal Italia itu hanya melakukan 27 kali perubahan di starting IX timnya sepanjang musim ini. Dan hanya ada 18 pemain yang menjadi starter sepanjang musim ini.
Selanjutnya: Sempat dianggap formasi ketinggalan jaman, Leicester justru juara dengan formasi ini.
***
4. Empat Besar Tak Tergoyahkan
Dalam satu dekade terakhir ada mitos yang menyebut posisi 4 besar Premier League tidak akan berubah. Hanya dimiliki beberapa tim elite: Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal hingga Liverpool.
Namun, Leicester mematahkan mitos ini. Dan menciptakan harapan untuk semua tim Premier League bahwa mereka bisa menyodok ke papan atas dan mematahkan dominasi para elite.
5. Formasi 4-4-2 Telah Mati
Dalam beberapa tahun terakhir, tim-tim Premier League mayoritas menggunakan formasi 4-2-3-1. Formasi kuno 4-4-2 dianggap telah ketinggalan zaman dan sudah tidak efektif. Namun, Leicester membuktikan pendapat itu salah.
Ranieri menggunakan dua striker bersama-sama yang ditopang empat gelandang sejajar. Formasi sederhana ini bisa diubah Ranieri menjadi formasi yang efektif nan mematikan dan berbuah gelar juara.
6. Penguasaan Bola adalah Kunci
Dominasi penguasaan bola menjadi mitos lainnya yang dipatahkan Leicester. Pasalnya, tiga juara Premier League sebelumnya tercatat memiliki penguasaan bola yang mendominasi, hingga minimal 55 persen.
Tapi, Leicester juara Premier League musim ini dengan cara main bertahan yang minim penguasaan bola (di bawah 50 persen). Mereka juga mengandalkan pertahanan yang lugas serta serangan balik cepat nan efektif untuk mencetak gol.
Selain memiliki rata-rata penguasaan bola yang buruk, Leicester juga tim Premier League musim ini yang paling buruk soal akurasi passing. Mereka di urutan ke-20 dengan hanya rata-rata 70 persen. (one)