On This Day: Pesta Juara Leicester City Usai Menanti 132 Tahun

Leicester City juara Premier League 2015/16.
Sumber :
  • AP Photo/Matt Dunham

VIVA – Leicester City menjamu Everton dengan status sebagai juara Premier League di King Power Stadium, Sabtu 7 Mei 2016. Fans tuan rumah begitu antusias menyambut gelar juara Liga Inggris pertama sepanjang 132 tahun sejarah klub.

Para pemain Everton memberikan "guard of honour" sebagai penghargaan kepada Leicester yang telah dinobatkan sebagai juara. Diiringi dengan yel-yel "Champions, champions," dari fans tuan rumah.

Meski sudah memastikan gelar, Leicester tetap tampil serius. Buktinya, laga baru berjalan 5 menit, The Foxes sudah unggul lewat aksi Jamie Vardy, disusul gol Andy King di menit 33.

Vardy kembali membobol gawang Everton yang dikawal Joel Robles di menit 65, lewat titik penalti. Penyerang internasional Inggris ini nyaris saja menorehkan hattrick, jika tendangan penaltinya di menit 72, tidak melambung di atas mistar gawang. The Toffees baru bisa membalas lewat gol Kevin Mirallas di menit 88.

Kemenangan ini membuat pesta juara di akhir pertandingan berlangsung sempurna. Terlebih, The Foxes menerima trofi juara Premier League, usai laga kontra Everton.

Mantan manajer Leicester City saat juara Premier League 2015/16.

Photo :
  • Zimbio.com

Para pemain Leicester tampak berkumpul dengan suka cita. Trofi lalu diserahkan kepada kapten tim, Wes Morgan dan manajer, Claudio Ranieri. Morgan dan Ranieri lalu mengangkat trofi bersama-sama.

Hal ini langsung disambut gegap gempita publik tuan rumah. Setelah itu, pemilik Leicester, Vichai Srivaddhanaprabha masuk ke lapangan. Pengusaha asal Thailand ini ikut berfoto dengan para pemain dan merayakan gelar juara.

Vichai datang bersama keluarganya. Termasuk anaknya, Aiyawatt Srivaddhanaprabha yang menjabat sebagai vice-chairman.

Usai perayaan, Ranieri tak bisa menutupi kebanggaan. Setelah hanya bisa menjadi runner-up liga bersama Chelsea, Juventus, dan AS Monaco, dia akhirnya mampu menjadi juara.

Jamier Vardy dan pemain Leiceser merayakan gelar juara Premier League

Photo :
  • Twitter

"Saya berusaha untuk tetap kalem. Tapi di dalam tentu saja merasa senang. Darah di tubuh saya seakan tidak percaya," kata Ranieri seperti dilansir Goal.

Pria yang pernah malang-melintang menangani tim-tim di Spanyol dan Italia itu menyatakan sama sekali tidak terlintas dalam benaknya selama ini bisa menjuarai Premier League. Oleh sebab itu, dia merasa keberhasilan ini amat spesial.

"Premier League, Anda juara, itu amat spesial. Saya memenangkan sejumlah piala di Italia dan Spanyol, namun di sini rasanya fantastis," kata mantan pelatih Valencia itu.

Patahkan Mitos

Keberhasilan Leicester menjadi juara mematahkan 6 mitos yang ada di Premier League. Seperti dilansir Sky Sports, mitos pertama adalah untuk menjadi juara butuh pemain berharga mahal. Tapi, Leicester mematahkan mitos itu. Mereka juara dengan skuad murah. Starting IX Leicester ditaksir hanya senilai £23 juta atau setara dengan Rp442miliar.

Leicester juga membuktikan bahwa pengalaman bukannya segalanya. Hanya ada satu pemain The Foxes yang pernah merasakan gelar Premier League, yakni  mantan pemain Chelsea, Robert Huth.

Mitos lain yang berhasil dipatahkan adalah mengenai rotasi pemain. Ranieri menjaga kontinuitas skuadnya musim ini. Manajer asal Italia itu hanya melakukan 27 kali perubahan di starting IX timnya sepanjang musim ini. Dan hanya ada 18 pemain yang menjadi starter sepanjang musim ini.

Meme kocak usai Leicester City juara Premier League 2015/16

Photo :
  • onsizzle.com

Selanjutnya, dalam satu dekade, empat besar Premier League tak pernah berubah. Hanya dimiliki beberapa tim elite: Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal hingga Liverpool. Namun, Leicester mampu mendobrak kemapanan tim elite dan keluar sebagai juara.

Leicester juga memupus mitos yang mengatakan formasti 4-4-3 telah mati. Ranieri menggunakan dua striker bersama-sama yang ditopang empat gelandang sejajar. Formasi sederhana ini bisa diubah Ranieri menjadi formasi yang efektif nan mematikan dan berbuah gelar juara.

Yang terakhir, Leicester membuktikan penguasaan bola tak jadi kunci untuk menjadi juara. Leicester berhasil juara  dengan cara main bertahan yang minim penguasaan bola (di bawah 50 persen). Mereka juga mengandalkan pertahanan yang lugas serta serangan balik cepat nan efektif untuk mencetak gol.