Berkaca dari PSIS Semarang, Jalan Sepakbola Indonesia Jadi Industri Masih Panjang

Pemain PSIS Semarang
Sumber :
  • Instagram @psisofficial

Jakarta, VIVA – Jalan sepakbola Indonesia untuk menjadi industri masih panjang. Masih banyak klub-klub di Tanah Air yang memiliki masalah keuangan dalam perjalannya mengikuti kompetisi.

Pengamat sepakbola Indonesia, Mohamad Kusnaeni yang mengatakan hal tersebut. Dia tak terkejut jika saat ini banyak klub profesional yang mengaku masih mengalami kerugian puluhan miliar per tahun.

“Tidak mengejutkan jika banyak klub profesional yang mengaku masih merugi. Bahkan kerugian operasionalnya bisa puluhan miliar per tahun,” kata pria yang akrab disapa Bung Kus itu.

PSIS Semarang adalah salah satu contoh klub Liga 1 yang mengalami masalah finansial. PT Mahesa Jenar Semarang yang menaungi klub diketahui memiliki tanggungan operasional Rp45 miliar dalam dua tahun belakangan.

“Untuk mengikuti kompetisi profesional sekelas Liga 1, butuh anggaran di atas Rp50 miliar per tahun. Sementara pemasukan klub mungkin di kisaran Rp25-50 miliar,” imbuhnya.

Sejatinya tidak tertutup kemungkinan klub memangkas pengeluarannya. Akan tetapi menurut Kusnaeni, itu akan berdampak kepada kemampuan merekrut pemain berkualitas.

Di sisi lain, suporter pastinya akan memberi tekanan kepada manajemen untuk mendatangkan pemain berkualitas. Alhasil akan sulit bagi klub menentukan fokus utamanya.

“Ini memang seperti ayam dan telur. Agak sulit menentukan mana yang harus lebih dulu difokuskan,” tutur Kusnaeni.

Situasi ini membuat sepakbola Indonesia bergantung kepada kekuatan finansial pemilik atau investor. Kualitas tata kelola atau profesionalisme manajemen sulit untuk diwujudkan.

Menurut Kusnaeni penting untuk menerapkan financial fair play (FFP) seperti yang sudah diterapkan di kompetisi profesional negara lain. Sementara di Indonesia, gagasan itu baru sekadar jadi wacana.

“Apa boleh buat, sekarang tinggal kejelian masing-masing klub dalam mengoptimalkan sumber daya yang mereka punya. Ketika titik optimal itu sudah terlampaui, biasanya klub tinggal berpasrah diri menerima kenyataan,” ujarnya. (ant)