Cerita Getir di Balik Hilangnya Persikad Depok, Akibat Tidak Ada Keberpihakan Wali Kota
- VIVA.co.id/Rinna Purnama (Depok)
Depok, VIVA – Klub sepak bola kebanggaan warga Depok yaitu Persikad Depok kini kembali menjadi pembicaraa di ranah politis. Pasalnya hilangnya Persikad dituding karena telah dijual oleh Adi Gunaya alias Adi Kumis selaku Manajer Persikad di era Nur Mahmudi Ismail.
Menanggapi tudingan tersebut, Adi Kumis angkat bicara. Dia membeberkan selama mengurus klub tersebut terlalu banyak cerita getir yang tidak diungkap ke publik. Adi menceritakan, Persikad mulai redup sekitar tahun 2006 di mana Kota Depok dipimpin oleh Nur Mahmudi Ismail.
Adi menuturkan klub tersebut sempat tersandera dan tidak bisa pulang saat tanding di Cirebon. Hal itu karena buruknya finansial saat itu. Saat tanding di Cirebon, manajemen Persikad tida bisa membayar operasional berupa penginapan hotel dan lain sebagainya.
“Ya betul, pada saat itu Persikad masih dipimpin oleh Pak Hermanto, itu sempat ditahan di sana,” katanya, Rabu 20 November 2024.
Saat itu dirinya dipanggil oleh Yuyun selaku Wakil Wali Kota Depok. Pertemuan tersebut dihadiri Hasbullah dan Pradi, yang saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Jawa Barat.
“Karena katanya urusan ini yang bisa menyelesaikan cuma Adi Kumis. Alhamdulillah pada saat itu Persikad yang tadinya tertahan di sana (Cirebon) akhirnya bisa kembali ke Depok,” ujarnya.
Adi mengatakan, ketika dipegang olehnya, Pemkot Depok di bawah kepemipinan Nur Mahmudi hingga Idris tidak pernah memberikan kontribusi untuk Persikad. Dia mengaku tidak tahu apa alasannya tidak ada keberpihakan pemkot pada klub bola tersebut. Padahal, selaku komisaris di Bank BJB seharusnya Idris bisa menyelesaikan masalah Persikad dengan skema CSR.
“Harusnya bisa, dia punya kewenangan untuk memberi rekomendasi CSR. Tapi nyatanya tidak pernah sama sekali,” bebernya.
Karena kekurangan pendanaan, Persikad pun hengkang dari Depok. Tahun 2015, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menarik klub bola tersebut.
“Pada saat itu saya sempat merger dengan Purwakarta, karena Pemerintah Kota Depok sendiri tidak mampu dan tidak bisa membantu saya dalam pelaksanaan kompetisi-kompetisi di Liga 2,” ungkapnya.
Saat itu, hampir setahun Persikad di Purwakarta. Ditegaskan tidak ada transaksional antara dirinya dengan Dedi Mulyadi karena sifatnya hanya marger.
“Beliau (Dedi Mulyadi) yang biayai anak-anak Persikad selama di sana (Purwakarta). Mulai dari gaji, makan, mesh dan lain-lain. Kalau umpanya terjadi transaksional otomatis Dedi Mulyadi sebagai Bupati Purwakarta akan marah pada saya,” katanya.
Persikad di Purwakarta tidaklah lama. Karena PSSI sebagai induk sepakbola Indonesia mendapat sanksi dari FIFA lantaran kisruh dualisme kepempimpinan. Alhasil, semua pertadingan atau laga di Indonesia sempat dibekukan. Tahun 2016 saat Idris terpilih sebagai Wali Kota Depok, Adi Kumis dipercaya untuk menyelesaikan misi mengembalikan Persikad.
“Beliau memanggil saya, menanyakan apakah Persikad bisa diambil kembali ke Depok? Saya jawab bisa pak, karena saya tidak pernah menyerahkan Persikad ke Purwakarta. Dan beliau tanyakan ke saya, apa yang harus saya penuhi untuk bisa Persikad kembali ke Depok? Saya bilang cuma ada satu kewajiban yang harus kita penuhi, yakni membayar utang kepada pemain dan catering,” ungkapnya.
Di zaman Nur Mahmudi, Persikad mempunyai utang sebesar Rp 1,8 miliar. Saat itu, Idris berjanji menyelesaikan persoalan tersebut. Setelah kesepakatan, nama klub berubah menjadi Persikad Paricara Dharma dan Adi kemudian diminta mundur dari kepengurusan Persikad maupun exco PSSI.
“Tapi status Persikad berbentuk PT Persikad itu masih atas nama saya,” katanya.
Namun ternyata Idris rupanya tidak memenuhi janji. Padahal, Persikad Paricara Dharma dengan pengurusnya yang baru telah terbentuk. Klub tersebut dikelola oleh Nugi dan komisarisnya adalah Khairullah, kader PKS yang saat ini menjadi anggota DPRD Depok
“Tapi nyatanya utang tidak pernah dibayarkan, sampai detik ini tidak pernah terealisasi. Di satu sisi saya dituntut oleh para pemain, untuk membayar utang-utang selama waktu perjalanan Persikad,” bebernya.
Merasa tidak ada itikad baik, Adi kemudian mengambil kesimpulan bahwa dirinyalah yang harus membayar utang tersebut. Untungnya, kata Adi, saat itu PT Persikad masih atas nama dirinya, sehingga laku dijual untuk melunasi tunggakan para pemain.
"Akhirnya saya alihkan Persikad kepada pihak lain, dan saya dibayar untuk melunasi utang-utang, dan itu pun bisa teman-teman tanyakan semua kepada mantan-mantan pemain Persikad yang ada di Kota Depok, clear semua. Jadi, kalau diberitakan sekarang saya sebagai biang keladi itu salah. Yang bertanggung jawab sebenarnya Muhammad Idris dan Khairullah,” tegasnya.
Saat itu dirinya telah berulang kali menagih janji untuk melunasi tunggakan gaji para pemain, namun tidak ada kejelasan. Di sisi lain, PSSI masih mengakui Adi Kumis sebagai Dirut PT Persikad. Sebab, tidak ada perjanjian tertulis yang diserahkan pada kubu Idris.
“Sebenarnya total utang Persikad tuh sampai Rp 2,5 miliar. Tapi karena teman-teman dari pemain dan lain mau dikurangi yang penting mereka dapat duit, akhirnya saya bayar semua habis Rp 1,8 miliar. Itu saya bisa membayar semua, pemain maupun catering hingga hotel yang pernah kita tempati, itu terbayar semua,” ungkaonya.
Dia pun memutuskan tidak lagi berurusan dengan Persikad. Setelah itu klub kemudian berganti nama dan dia tidak tahu siapa yang menggunakan sekarang karena mungkin sudah dari tangan ke tangan. Dia menceritakan, Persikad bagus saat zaman Badrul Kamal sebagai Wali Kota Depok.
“Setelah itu, nasib Persikad selesai. Padahal saya besarkan Persikad tanpa dibantu Pemkot Depok,” ujarnya.
Adi mengaku pernah menghadap langsung Presiden Jokowi agar klub diizinkan dapat bantuan dari APBD. Dia hadir di Istana Merdeka dan dari divisi utama menjadi juru bicaranya saat itu.
“Sekarang saya berjanji, kelak Depok di bawah kepemimpinan Supian-Chandra akan masuk divisi tingkat nasional. Karena saya pengalaman di bidang itu. Saya yakinkan itu,” pungkasnya.