VIVA RePlay 2022: Ratusan Nyawa Aremania Melayang Seolah Tak Ada Artinya

Kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang, Arema vs Persebaya
Sumber :
  • (Foto AP/Yudha Prabowo)

VIVA Bola – 1 Oktober 2022 menjadi malam yang kelam bagi sepakbola Indonesia. Sebanyak 135 orang meninggal dunia, dan 600 lebih lainnya luka-luka akibat kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 2022/2023. Korbannya adalah Aremania, pendukung tim tuan rumah.

Sebab ratusan korban jiwa berjatuhan adalah ditembakkannya gas air mata oleh aparat kepolisian ke arah penonton, baik yang ada di lapangan dan juga tribun. Aksi itu diklaim sebagai respons dari adanya aktivitas penonton yang merangsek masuk ke dalam lapangan seusai pertandingan. Tapi, justru tembakan gas air mata itulah yang membuat suporter panik. Mereka berlarian mencari jalan keluar dari tribun sehingga berdesakan.

Mata yang perih dan napas sesak akibat efek dari gas air mata menambah kepanikan di tribun Stadion Kanjuruhan. Nahasnya lagi, akses keluar tribun dikunci. Terjadilah penumpukan suporter di tangga keluar. Pria dan wanita yang berusia tua, dewasa, serta anak-anak merasakan situasi mengerikan tersebut. Ada dari mereka yang kemudian berpisah dengan orang tercinta untuk selama-lamanya.

Kericuhan di Stadion Kanjuruhan Malang, Arema vs Persebaya

Photo :
  • (Foto AP/Yudha Prabowo)

Ini adalah tragedi terbesar kedua dalam sejarah sepakbola dunia. Yang melebihi Tragedi Kanjuruhan terjadi di Lima, Peru pada 1964. Saat itu, lebih dari 328 nyawa suporter melayang. Sorotan publik diarahkan kepada aparat kepolisian. Sebab, tindakan mereka melepas gas air mata di dalam stadion tidaklah dibenarkan. FIFA selaku induk olahraga sepakbola dunia memiliki aturan yang melarang hal itu.

"Dilarang membawa atau menggunakan senjata api atau gas air mata," begitu bunyi aturan FIFA Stadium Safety and Security pasal 19b. Di dalam pasal tersebut, diatur cara petugas lapangan dan polisi dalam menjaga ketertiban di stadion saat pertandingan dilangsungkan. Dalam melakukan tugasnya, pasal inilah yang wajib menjadi pedoman.

Panitia Pelaksana Pertandingan dari Arema FC, PT Liga Indonesia Baru, dan PSSI harusnya bertanggung jawab mengenai hal ini. Karena dari pihak mereka yang wajib memberitahukan kepolisian terkait dengan aturan yang dibuat oleh FIFA. Koordinasi yang tak berjalan dengan baik membuat suporter yang menanggung akibat hingga meregang nyawa.

Lanjutan Kompetisi Lebih Penting dari Usut Tuntas

Ketum PSSI, Mochamad Iriawan, dan PT LIB di Stadion Manahan Solo jelang kick off Madura United vs PSIS Semarang usai Liga 1 dapat izin kembali digulirkan

Photo :
  • Istimewa

Belum tuntas penyelidikan insiden Tragedi Kanjuruhan, tapi Liga 1 kembali digulirkan pada awal Desember 2022. Nyawa ratusan Aremania yang melayang seperti tak berarti. Duka sepakbola nasional cuma direspons dengan digulirkannya kembali kompetisi dengan sistem bubble dan tanpa kehadiran penonton langsung di stadion.

Padahal yang menjadi tuntutan suporter bukan cuma pengusutan tuntas Tragedi Kanjuruhan, tapi juga tata kelola sepakbola Indonesia. Tragedi Kanjuruhan adalah bukti jika tata kelola yang disusun oleh PSSI kemudian dieksekusi PT Liga Indonesia Baru dan klub belum sempurna. Sebelum malam mengerikan di Kanjuruhan pun, penentuan jadwal pertandingan yang terlalu larut jadi sorotan.

Pertikaian antarsuporter usai menyaksikan pertandingan di malam hari beberapa kali terjadi. Lalu ada juga tambahan kecelakaan lalu lintas yang dialami. Tapi PSSI dan PT Liga Indonesia Baru bergeming. Sampai akhirnya terjadi Tragedi Kanjuruhan, tapi lagi-lagi penyelesaian dari pemegang kuasa sepakbola nasional tidak memuaskan.

Ada restu pemerintah dalam penetapan Liga 1 kembali digulirkan usai Tragedi Kanjuruhan. Karena sebelumnya, mereka yang menginstruksikan agar kompetisi dihentikan sementara sampai pengusutan selesai. Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dibentuk. Sejumlah rekomendasi dikeluarkan, salah satunya meminta PSSI melakukan Kongres Luar Biasa (KLB) sekaligus melakukan reformasi.

Pertemuan TGIPF Tragedi Kanjuruhan dengan Tim Gabungan Aremania

Photo :
  • Dok. TGIPF

Tapi rekomendasi itu tak bertaji. PSSI sampai saat ini belum kunjung melakukan apa yang ada dalam rekomendasi. Klub-klub yang memiliki kuasa sebagai pemegang hak suara malah lebih sibuk mengurus agar Liga 1 kembali berjalan. Cuma Persis Solo dan Persebaya Surabaya yang terang-terangan meminta agar rekomendasi menggelar KLB dilakukan.

Aremania yang berduka dan terus menggelar demonstrasi menuntut keadilan harus menelan kecewa. Mereka merasa digulirkannya kembali Liga 1 adalah bentuk ketidakpedulian pemangku kepentingan sepakbola Indonesia dan juga pemerintah. Pengusutan tuntas bukan bagian dari fokus para penguasa. Janji-janji manis di awal tak lagi terdengar.

"Itu (kompetisi diputar lagi) adalah salah satu cara pemerintah untuk menggembosi aksi ini. Agar kasus ini tertutupi. Agar euforia kembali meluap, duka ditutupi dengan euforia," kata Ambon Fanda, salah satu Aremania yang getol menuntut usut tuntas Tragedi Kanjuruhan.

Aremania Makin Terluka

Di tengah perjuangan Aremania menyuarakan usut tuntas Tragedi Kanjuruhan, muncul kabar yang membuat mereka tersakiti. Mantan Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru, Akhmad Hadian Lukita dikeluarkan dari tahanan. Salah satu tersangka itu dianggap oleh kejaksaan, berkas untuk menuju pengadilan tidak lengkap alias P-19.

Lukita menjadi satu-satunya tersangka Tragedi Kanjuruhan yang berkasnya dikembali ke Polda Jawa Timur. Sementara lima tersangka lainnya dianggap sudah lengkap (P-21). Mereka yang kasusnya akan lanjut ke pengadilan adalah Ketua Panpel Arema Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi.

Dirut LIB Akhmad Hadian Lukita di Markas Polda Jatim di Surabaya.

Photo :
  • VIVA / Nur Faishal (Surabaya)

Bagi Aremania, apa yang terjadi dalam status Lukita adalah lelucon hukum di Indonesia. Karena dari enam tersangka, cuma dia yang dinyatakan berkasnya tidak lengkap. Anggapan negatif dari Aremania yang masih berduka karena kehilangan ratusan nyawa sejawat tak bisa dihindari.

"Kalau kita bilang proses hukum Indonesia menang aneh-aneh gimana gitu. Nyatanya memang aneh. Logikanya kan semua berjalan beriringan, semua bisa sama, berkasnya sama (P21 alias lengkap)," ujar Ambon Fanda.

Lukita yang merupakan perwajahan PSSI dalam penetapan kasus tersangka Tragedi Kanjuruhan dibebaskan. Ini menjadi sinyal buruk bagi mereka yang mengharapkan perubahan di tubuh federasi. Karena bagaimana pun, sudah sepatutnya mereka yang ada di PSSI turut bertanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan.