Polemik Penundaan PSM Vs Persija, Lagi-lagi Suporter Jadi Korban

Pemain PSM Makassar menghibur penonton karena ditundanya laga melawan Persija
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

VIVA – Keputusan menunda pertandingan leg kedua final Piala Indonesia antara PSM Makassar vs Persija Jakarta di Stadion Andi Mattalatta, Minggu 28 Juli 2019 berbuntut tak sedap. Karena memunculkan perselisihan di kalangan suporter.

Di media sosial, suporter PSM dan Persija beradu argumentasi mengenai penundaan. Tentu saja mereka memberi pembelaan terhadap klub kebanggaan masing-masing.

Akan tetapi, suporter harus ingat, mereka sebenarnya semua menjadi korban. Membeli tiket dan menempuh jalan menuju Stadion Andi Mattalatta tentu membutuhkan biaya yang tak sedikit.

Sedangkan keputusan penundaan dilakukan oleh para pengurus klub dan PSSI. Tidak ada suporter yang turut andil dalam pengambilan keputusan tersebut.

Dan tidak pula para pengambil kebijakan itu memikirkan para suporter yang ini mendukung tim jagoannya bertanding. Sialnya lagi, pengumuman penundaan dilakukan hanya kurang dari empat jam sebelum kick off.

“Atas dasar pertimbangan keamanan dan kenyamanan, laga final kedua Kratingdaeng Piala Indonesia kami tunda,” kata Sekretaris Jenderal PSSI, Ratu Tisha Destria.

Tak ada penjelasan lebih rinci dari PSSI mengenai penundaan pertandingan. Suporter pun mulai memiliki persepsi

masing-masing atas alasan laga ditunda. Tak pelak terjadi saling tuding tentang siapa yang bersalah.

Tak beberapa lama dari pengumuman PSSI, manajemen PSM mengeluarkan pernyataan. Mereka menegaskan PSSI dan Persija dalam posisi bersalah atas penundaan ini.

Mereka tidak terima dianggap tidak becus dalam menjaga keamanan dan kenyamanan tim tamu. Segenap kemampuan dikeluarkan, termasuk menambah jumlah aparat keamanan dilakukan.

"Kita sudah komunikasikan, bahkan sejak tadi malam bapak Kapolrestabes dan juga bapak pejabat Wali Kota berkomunikasi, berdialog sehingga acara pertandingan final ini bisa terlaksana. Sampai tadi, saya bersama bapak Karo Ops, untuk memohon kepada pihak Persija, mari kita bertanding hari ini," kata Chief Executive Officer (CEO) PSM, Munafri Arifuddin di depan para suporter yang sudah ada di tribun.

Persija menolak bertanding disebabkan dengan banyaknya teror mental yang dianggap sudah berlebihan. Salah satu yang paling mengejutkan adalah pelemparan batu ke bus pemain dan ofisial sehari sebelum pertandingan.

Sayangnya, Persija hingga sekarang belum juga mengeluarkan pernyataan resmi mengenai alasan mereka menolak bertanding. Cuma komentar terkait keputusan PSSI yang menunda pertandingan mereka tanggapi.

"Kami sangat menghormati keputusan PSSI menunda pertandingan final leg kedua karena kondisi keamanan. Ini adalah partai final Piala Indonesia, dimana juara nya akan mendaptkan slot AFC cup tahun 2020, sehingga perlu dikemas sebaik mungkin demi menciptakan hiburan yang menarik dan enak ditonton," ujar CEO Persija, Ferry Paulus.

Saling Tuding yang Tak Ada Habisnya

***

Sehari setelahnya, PSSI mengeluarkan pengumuman jika laga tunda menjadi Selasa 6 Agustus 2019. Akan tetapi, bara perselisihan mengenai sebab penundaan masih tersisa.

PSSI menaruh harapan pertandingan leg kedua final Piala Indonesia nanti berjalan dengan baik. Mereka menekankan pentingnya panitia pelaksana (Panpel) pertandingan dan security officer mengerjakan tugasnya dengan baik.

"Persiapan pasti lebih baik, tapi balik lagi kita serahkan ke panitia pelaksana. Dan yang paling penting kemarin kan salah satu penyebab adalah distribusi tiket yang tidak baik," ujar Direktur Media dan Promosi Digital PSSI, Gatot Widakdo kepada VIVA, Senin 29 Juli 2019.

Perihal distribusi tiket ini, diketahui penyebabnya adalah keputusan Panpel untuk menambah jatah tiket sebanyak 800 lembar. Untuk menampungnya, mereka berinisiatif membuat tribun tambahan.

Persija melihat hal ini sebagai ancaman akan keamanan. Karena jarak tribun tambahan itu amat dekat dengan bangku cadangan mereka. Sedangkan trauma penimpukan bus masih ada dalam diri mereka.

Azis Daeng Jarre, selaku koordinator tiket laga kandang memberi jawaban. Menurut dia, keputusan untuk menjual tiket dan membuat tribun tambahan sudah dibatalkan dua hari jelang pertandingan.

"Melihat animo yang cukup besar, dan kapasitas stadion itu kecil jadi dibuat tambahan pas H-2. Tambahan seperti kursi," ujar Jarre kepada VIVA.

Tapi, itu belum kita lepas karena masih polemik di internal mereka. Kita juga belum tahu mekanismenya bagaimana. Selama ini online dan ditangani pihak ketiga. Waktu H-2 itu mepet waktunya, dari pihak ketiga tidak bisa menyediakannya. Jadi kami ambil keputusan itu batal," imbuhnya.

Jarre menolak disalahkan karena gagasan menambah antrean tiket. Apalagi jika suporter yang antre ketika pelemparan batu ke bus Persija terjadi dianggap pemicu penundaan ini.

Melihat keadaan seperti itu, PSSI selaku pemilik hajat seharusnya memiliki otoritas.  Jika memang Panpel dan security officer gagap menjalankan tugas, supervisi tentu bisa dilakukan, termasuk melarang penambahan tiket dan tribun.

Jarre mengungkapkan, sejak awal pihaknya sudah berkoordinasi dengan PSSI melalui Rony Suhatril selaku Direktur Kompetisi.

"Kami sudah komunikasi soal penambahan jumlah tiket ke Rony. Tapi waktu ditelpon dia no comment," ungkap Jarre.

Kondisi ini menggambarkan betapa banyak masalah komunikasi antara PSM, Persija, dan PSSI. Lantas, apakah suporter harus ikut-ikutan berseteru dan saling menyimpan dendam?