DPR Kritik Syarat Kemenpora untuk Cabut Sanksi PSSI

Aksi suporter Jakmania di depan Gedung Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Ketua Komisi X DPR RI, Teuku Riefky Harsya, menilai syarat yang diberikan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk mencabut sanksi PSSI terlalu berlebihan. Dia menilai pemerintah justru tidak menunjukkan niat baik untuk mengakhiri kemelut sepakbola nasional.

Yang paling utama menjadi sorotan Riefky ialah poin ke-8 dari 9 syarat yang diajukan oleh Kemenpora dalam paparannya saat rapat kerja dengan Komisi X, Rabu, 2 Maret 2016.

Di dalamnya tertera PSSI harus mampu membawa tim nasional Indonesia menjadi juara Piala AFF 2016, SEA Games 2017, lolos Pra Kualifikasi Piala Dunia 2018, dan Asian Games XVIII 2018.

Bagi politisi asal Partai Demokrat tersebut, di tengah persiapan yang serba mandek, tentu akan sulit bagi PSSI pimpinan La Nyalla Mattalitti untuk memenuhi target tersebut. Justru, Riefky heran, mengapa pemerintah lebih fokus ke sana ketimbang memikirkan kembali membuat industri sepakbola Tanah Air berjalan.

"Yang kami harapkan ialah pemerintah mau berbesar hati bahwa permasalahan sepakbola nasional sudah berdampak sistemik. Bukan hanya industri sepakbola itu sendiri, tetapi juga mempertaruhkan prestasi bangsa," kata Riefky ketika ditemui di sela rapat kerja.

Menanggapi masalah pelik ini, jika memang nantinya tak kunjung menemukan jalan keluar. Komisi X akan segera membentuk tim guna mengambil peran. Sejauh ini, rapat internal Komisi X akan digiatkan, sambil memantau perkembangan yang ada.

"Kami akan tetap ada rapat intern di Komisi X untuk mencermati perkembangan masalah ini. Kita lihat saja perkembangannya seperti apa," tutur pria asal Aceh tersebut.

Berlarutnya penyelesaian konflik antara Kemenpora dan PSSI dikhawatirkan justru membuat cabang olahraga paling populer di dunia ini tidak akan ada di Asian Games. Sebab, negara lain tentu tak ingin mengambil risiko terkena sanksi FIFA jika tetap nekat tampil.

Dalam aturan yang dibuat otoritas tertinggi sepakbola dunia tersebut, negara anggota tidak boleh melakukan hubungan secara resmi dengan negara yang sedang dijatuhi sanksi. Dengan alasan itulah, maka spekulasi sepakbola tak ada di ajang 4 tahunan tersebut menyeruak.

Bagi Riefky, masalah ini akan menjadi pukulan telak bagi Indonesia. Karena bukan hanya sepakbola saja yang akan menjadi korban, tetapi juga ajang Asian Games itu sendiri. Indonesia sebagai tuan rumah berpotensi kehilangan calon sponsor yang siap memberikan dana besar.

"Kami dengar, sepakbola sendiri pun sekitar 50 persen bisa membantu masalah advertising. Padahal jika ada down payment dari sponsor bisa membantu persiapan itu sendiri," paparnya. (ase)