Cover Story Warta Ekonomi: Revolusi Senyap Anindya Bakrie

Presiden Direktur PT Visi Media Asia Tbk Anindya Novyan Bakrie.
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

VIVA – Anindya Novyan Bakrie terpilih menjadi Cover Story majalah Warta Ekonomi Edisi 12 Tahun XXVIII 2017 pada 20 Desember 2017. Sosok Presiden Direktur PT Visi Media Asia Tbk itu, dengan kepiawaiannya mampu melakukan transformasi menyeluruh pada perusahaan keluarga.

Pilihannya untuk membenahi stasiun televisi yang nyaris bangkrut saat itu, berbuah manis. Kini ANTV menjelma jadi stasiun televisi dengan peringkat tertinggi di Tanah Air. 

Berawal dari tahun 2001, sekembalinya dari sekolah di Stanford Graduate School of Business, California, Amerika Serikat, Anindya Novyan Bakrie, mendapatkan pilihan sulit. Ia diminta untuk memilih perusahaan keluarga yang kurang bagus.

"Saat itu, banyak perusahaan kami yang bangkrut. Namanya juga habis krisis. Akhirnya saya memilih ANTV," kata Anindya, dikutip dari petikan wawancaranya dengan majalah Warta Ekonomi.

Menurut Anin, sapaan akrabnya, ANTV saat itu sempat masuk program Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Perusahaan masuk dalam bankruptcy protection.

Baru sepekan di ANTV, Anin sudah berjibaku meyakinkan para pemangku kepentingan mengenai kondisi perusahaan. Saat itu, dia mengatakan bahwa harapan tidak terlalu besar. Namun, jika dikonversi, utang bisa menjadi ekuitas pemegang saham.

"Dari situ kapal sudah bisa mengambang, tetapi belum mempunyai bahan bakar untuk berlayar," tuturnya.

Berbagai cara dilakukan Anin agar perusahaan tetap hidup. Apalagi, saat itu, ia mengaku belum mempunyai pengalaman apa-apa.

Namun, seiring berjalannya waktu, kemampuannya membaca peluang, akhirnya dana mulai bergulir. Kepercayaan pun mulai muncul.

Selama 4-5 tahun terakhir, Anin terus mengembangkan ANTV, hingga akhirnya berbuah hasil manis saat ini. Dia mengarahkan bisnis pada belanja modal yang rendah, namun dengan kreativitas dan untung yang tinggi.

"Modalnya ada di otak kami. Tapi tidak mudah mengelola SDM, hingga kami ciptakan lagi SDM sampai akhirnya berhasil dan menggeliat seperti sekarang," kata dia.

Keberhasilannya 'menyulap' perusahaan nyaris bangkrut hingga menjadi terdepan bukan tanpa kerja keras. Anin percaya pada revolusi senyap. Ia pun awalnya tidak tahu apakah strategi yang diterapkan itu berhasil atau tidak.

"Kami tidak berkoar-koar lebih dulu. Karena kalau pada akhirnya tidak berjalan tentu malu dan tidak enak," tuturnya.

Anin menjelaskan, sebelumnya VIVA Group berfokus pada telekomunikasi, media, dan teknologi. Namun, manajemen akhirnya memutuskan untuk fokus di media.

Dalam menjalankan perusahaan, Anin juga berfokus pada segmentasi. Mengelola dua stasiun televisi dalam satu grup, harus mampu membagi segmen. Satu fokus pada pemirsa perempuan melalui ANTV, sedangkan tvOne pada segmen laki-laki.

Ia menambahkan, di saat para pesaing sudah mulai balap lari, perusahaan justru berupaya mengurangi beban. Perusahaan harus mampu berhemat.

Menurut Anin, perusahaan harus mampu memutar otak untuk menciptakan program yang menarik. Selanjutnya dijual dengan harga yang sama, bahkan lebih menarik, tetapi tidak mahal. 

Dalam waktu 5-10 tahun ke depan, Anin berharap perusahaan harus bisa naik lagi. "Mungkin menjadi semacam Disney Indonesia. Punya news channel, channel ABC, bahkan sport channel. Online to offline-nya bisa ke mana-mana," tuturnya.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang cover story ini, silakan membeli Majalah Warta Ekonomi Edisi 12 Tahun XXVIII 2017. Majalah bisa Anda dapatkan di toko buku dan agen majalah terdekat.