Ditjen Pajak Bantah Tudingan Penulis Tere Liye
- REUTERS/Fatima Elkarim
VIVA.co.id – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan membantah telah melakukan perlakuan tidak adil terhadap profesi penulis terkait pengenaan pajak yang relatif tinggi atas royalti dari penjualan buku. Otoritas pajak menegaskan bahwa tudingan tersebut tidak benar.
Klarifikasi ini ditujukan kepada penulis Tere Liye yang membuat status di akun media sosialnya yang berisi keluhan pengenaan pajak yang tinggi dari pemerintah dan penerbit buku terhadap penulis. Berdasarkan penghitungannya, penulis harus membayar pajak lebih tinggi dibandingkan wajib pajak lainnya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, wajib pajak yang berprofesi sebagai penulis dengan penghasilan bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun dapat memilih untuk menghitung penghasilan netonya dengan satu cara.
Caranya dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto yang besarnya adalah 50 persen dari royalti yang diterima dari penerbit. Hal ini sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 17/PJ/2015 untuk klasifikasi lapangan usaha pekerja seni..
“Ketentuan teknis mengenai penggunaan norma penghitungan diatur dalam perdirjen tersebut,” kata Hestu melalui keterangan resmi yang diterima VIVA.co.id, Jakarta, Rabu 6 September 2017.
Hestu menjelaskan, pada prinsipnya semua jenis penghasilan yang diterima dari semua sumber dikenakan pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa mengesampingkan asas-asas perpajakan yang baik, berkeadilan dan kesederhanaan.
Sementara itu, penghasilan yang menjadi objek pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis, sehingga pajak dikenakan atas penghasilan neto yang ditentukan dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Tere dalam statusnya melontarkan kekecewaannya karena merasa tidak diacuhkan oleh otoritas pajak maupun Badan Ekonomi Kreatif atas laporan yang selama ini tidak pernah diakomodasi. Padahal keluhan tersebut disampaikan Tere sejak 2016.
Ditjen Pajak pun mengklaim bahwa masukan dari semua pihak akan terus ditindaklanjuti. Meski demikian, harus diakui bahwa keputusan yang bersifat kebijakan baru akan diambil secara hati-hati.
“Dampak kebijakan secara lebih luas sering kali membutuhkan waktu yang tidak singkat. Ditjen Pajak menghargai dan terbuka terhadap setiap masukan untuk memperbaiki dan meningkatkan sistem perpajakan Indonesia,” kata Hestu.
Atas kasus ini, Tere akhirnya memutuskan untuk memutus kerja sama dengan dua penerbit buku yakni Gramedia Pustaka Utama dan Republika Penerbit pada 31 Juli 2017. Meski demikian, karya miliknya masih akan terus dipasarkan hingga 31 Desember 2017.