Dongkrak Subsidi Energi dan Sosial Jadi 'Tabiat' Pra-Pilpres
- VIVAnews/Tri Saputro
VIVA.co.id – Di Indonesia, sudah jadi “kebiasaan” jelang Pemilihan Presiden bahwa pemerintah pasti menambah anggaran untuk mendongkrak subsidi di sejumlah sektor strategis. Ini seperti subsidi energi dan belanja sosial.
Demikian menurut peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara. Dia merujuk pada Laporan Nota Keuangan dari Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018.
Dari laporan itu, menurut Bhima, pemerintah meningkatkan jumlah penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) – di mana masing-masing yang semula 6 juta dan 1,4 juta di tahun ini, menjadi 10 juta penerima.
"Berbagai studi menunjukkan bahwa kebijakan menaikkan anggaran belanja sosial dan subsidi sudah menjadi tabiat para politisi menjelang Pilpres," kata Bhima kepada VIVA.co.id, Jumat, 18 Agustus 2017.
Ia lalu memberi contoh era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Bhima, menjelang Pilpres 2009, anggaran bantuan sosial pada APBN 2008 naik 21,4 persen dibandingkan anggaran tahun sebelumnya.
Kala itu, Strategi Bantuan Langsung Tunai (BLT) terbukti cukup ampuh menaikkan jumlah pemilih, terutama yang berasal dari kelompok miskin. Oleh karena itu, ia menyarakan Komisi XI DPR untuk mengkritik nilai subsidi energi yang diminta pemerintah.
"DPR saat ini sedang membahas RAPBN 2018, setelah pemerintah menyerahkan Laporan Nota Keuangan kemarin. Ini perlu dikritisi dan diawasi, jangan sampai menjadi bancakan demi kepentingan politik jangka pendek," terang Bhima. (ren)