Kebijakan Importasi Daging Ayam RI Digugat Brasil
- VIVAnews/Tri Saputro
VIVA.co.id – Pemerintah Brasil menggugat kebijakan importasi daging ayam dan produk ayam Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).
“Sengketa ini fokus pada hak Indonesia untuk menjamin semua makanan, baik impor maupun domestik sesuai dengan ketentuan keamanan pangan dan persyaratan halal," ujar Kepala Biro Advokasi Perdagangan Kementerian Perdagangan Ahmad Firdaus Sukmono dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 14 Oktober 2016.
Untuk mengekspor ke Indonesia, menurut dia, Brasil harus memenuhi persyaratan daging ayam dan produk ayam yang aman, sehat, utuh, dan halal sesuai yang ditetapkan. Namun, Brasil menganggap ketentuan dalam poin-poin importasi pemerintah Indonesia itu menghambat ekspor Brasil ke Indonesia.
Brasil menggugat secara keseluruhan dan beberapa ketentuan importasi secara khusus. Hal yang digugat yaitu daftar positif (positive list), persyaratan penggunaan, diskriminasi dalam persyaratan label halal, pembatasan transportasi impor, dan penundaan persetujuan persyaratan sanitasi.
Sebagai eksportir ayam terbesar di dunia dan produsen serta eksportir ayam halal terbesar di dunia, Brasil menilai akses pasarnya tertutup masuk ke Indonesia sejak 2009.
Firdaus mengungkapkan, delegasi Indonesia telah berupaya memberikan klarifikasi atas tuduhan-tuduhan Brasil. Dia menambahkan, pihaknya ingin mempertahankan kebijakan produk ayam halal hanya boleh masuk ke Indonesia dalam bentuk utuh. Selain itu, produk ayam berasal dari rumah potong hewan halal yang cara penyembelihannya dilakukan manual satu per satu.
“Rumah potong hewan unggas harus menerapkan penyembelihan secara manual untuk setiap unggas oleh juru sembelih halal. Sementara Brasil diduga belum menerapkan kedua hal itu,” kata Firdaus.
Sengketa perdagangan antara Indonesia dengan Brasil ini telah sampai pada sidang panel ke-2 (second substantive meeting), di WTO, Jenewa, Swiss, pada 11-12 Oktober 2016.
Pada sidang tersebut hadir wakil dari Kementerian Pertanian, Kementerian Luar Negeri, Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, serta konsultan hukum Pemerintah Indonesia (JWK Law Office dan Advisory Centre on WTO Law/ACWL). (ase)