Realisasi Proyek Maja di Banten Dipertanyakan

Ilustrasi perumahan rakyat.
Sumber :
  • kemenpera.go.id

VIVA.co.id – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Banten, Sulaiman Sumawinata, mengatakan perjanjian kerjasama atau memorandum of understanding (MoU) pembangunan infrastruktur seakan dimanja, sehingga ada pihak yang mempertanyakan realisasi pembangunan Kota Baru Publik Maja, Banten.

Menurutnya, proyek pembangunan ini dapat saja terealisasi dengan masing-masing pihak memperhatikan tugas dan fungsinya. Dalam pandangannya sebagai pihak swasta atau pengembang, pemerintah memiliki dua peran, yaitu menyiapkan kebijakan yang suportif terhadap peran pengembang. Seperti kemudahan perizinan yang telah dipenuhi pemerintah dengan regulasinya.

"Jadi, produk pemerintah harus bisa men-support dan mempercepat pertumbuhan pembangunan di Maja," ucap Sulaiman di Hotel Ambhara Jakarta pada Kamis, 1 September 2016.

Saat ini menurutnya, kemudahan perizinan sudah mulai dirasakan pengembang khusus untuk penyediaan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kemudahan akan sangat terasa bila izin seperti master plan, side plan, pemecahan sertifikat didukung mulai dari taraf lokal atau daerah.

Kemudian peran kedua pemerintah, tentunya penyediaan infrastruktur utama yang memadai, meliputi listrik, air bersih, jalan, transportasi. "Telah menjadi tugas pemerintah, menurutnya untuk membuat remote area (area tersisih) dijadikan area pembangunan," tuturnya.

Jika, kedua hal tersebut terpenuhi, maka proyek Maja pun dapat dilakukan. Setelah, disertai dengan keterlibatan pihak swasta yang berperan sebagai pengembang wilayah yang mengacu kepada master plan dan development plan yang disepakati bersama.

"Dari kami swasta sebagai lanjutan yang bisa mengembangkan areal ini (Kota Baru Publik Maja)," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa proyek di Maja ini merupakan salah satu yang diunggulkan pemerintah untuk mengurangi ketimpangan kebutuhan dan ketersediaan rumah (backlog) dari perumahan rakyat.

Sementara itu, berdasarkan data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2015, backlog perumahan yang terjadi sebanyak 11,4 juta unit. Sedangkan, target backlog untuk 2016 sebatas 6,5 unit.

 

(ren)