Ikan-ikan Indonesia Senilai Rp200 Triliun Diambil Asing
- ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
VIVA.co.id - Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, mengajak warga Nahdlatul Ulama (NU) untuk mengembangkan industri kelautan. Itu langkah penting untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dari negara lain, terutama di kawasan Asia. Revolusi cara berpikir dalam hal ekonomi harus diubah.
Hal itu disampaikan Rizal saat bersilaturrahim dengan ulama dan pengurus NU di kantor NU Jatim di Surabaya pada Kamis, 21 Juli 2016. “Kita miskin, karena cara berpikir yang ketinggalan. Untuk bisa maju, harus ada revolusi cara berpikir kita," katanya.
Rizal menjelaskan, kekayaan alam Indonesia melimpah. Puluhan ribu ton ikan bisa ditangkap dari laut Indonesia dalam sehari. Tapi nilai tambah dari kekayaan laut itu malah lebih sering dinikmati pihak asing atau negara luar. "Hampir 200 triliun ikan Indonesia diambil," ujar dia.
Hampir tidak ada industri perikanan yang dilakukan warga Indonesia. Nelayan hanya menangkap lalu ikannya dijual ke luar negeri. "Di luar, ikan itu diolah jadi berbagai macam produk, lalu dijual lagi ke Indonesia puluhan kali lipat," katanya.
"Padahal,” menurut Rizal, “kalau diproses ikan ini, banyak sekali nilai tambahnya. Bagian ikan ada yang mengandung omega tiga. Ekornya bisa diproses jadi tepung ikan. Tapi anehnya, kita impor puluhan ribu ton ikan dari luar negeri.”
Karena cara berpikir ketinggalan, bangsa Indonesia ketinggalan jauh dari negara lain di Asia, yang sebetulnya masa kemerdekaannya sama dengan Indonesia, seperti Taiwan, Jepang, Singapura, dan Malaysia. Padahal negara-negara itu tidak memiliki sumber daya sebanyak Indonesia.
Kelebihan negara tetangga itu, katanya, ialah menguatkan sumber daya manusianya menjadi unggul. "Karena itu, tidak ada cara lain untuk maju kecuali dengan mengubah cara berpikir kita dalam hal pengembangan ekonomi.”
(ren)