Tolak UU 'Tax Amnesty', Keberatan PKS Dinilai Tak Masuk Akal
- ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menginginkan agar pengenaan tarif tebusan kebijakan pengampunan pajak hanya diperuntukkan untuk menghapus sanksi atau denda administrasi dan pidana perpajakan. Sementara utang pokok Wajib Pajak (WP) tetap harus dibayar oleh WP yang mengajukan tax amnesty tersebut.
Hal itu merupakan salah satu alasan kuat PKS tetap berpegang teguh pada komitmennya menolak Rancangan Undang Undang (RUU) Pengampunan Pajak yang pada akhirnya disetujui pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mempertanyakan adanya usulan tersebut. Ia menilai, hal tersebut tidak masuk akal. Yustinus mengatakan dengan kondisi tersebut, minat WP untuk berpartisipasi dalam kebijakan tax amnesty tentu akan berkurang dan pada akhirnya akan memengaruhi implementasi dari kebijakan itu.
Padahal tax amnesty merupakan stimulus yang saat ini dibutuhkan untuk memperluas basis pajak dalam negeri dan untuk meningkatkan penerimaan pajak nasional di masa yang akan datang.
"Itu jelas tidak masuk akal dan tidak mungkin dijalankan," kata Prastowo dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 28 Juni 2016.
Sementara Pengamat Perpajakan dari Universitas Indonesia (UI) Danny Darussalam menilai, konsep penghapusan pokok pajak hanya pada sanksi administrasi sampai dengan sanksi pidana pajak justru telah menghilangkan esensi dari kebijakan tax amnesty itu sendiri.
"Jika WP masih dikenakan sanksi maka itu bukan kebijakan pengampunan pajak namanya," kata Danny.
Dia berharap, polemik tersebut bisa berakhir setelah RUU Tax Amnesty diundangkan.
“Sebab kebijakan tax amnesty merupakan awal masa transisi menuju reformasi pajak secara keseluruhan,” ungkapnya.