Pemerintah Andalkan Tiga Program Genjot Penerimaan Pajak
- ANTARA/Sigid Kurniawan
VIVA.co.id – Rencana penerapan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) tahun ini menjadi salah satu andalan pemerintah dalam menjaga keseimbangan fiskal dan defisit anggaran, agar tetap berada dalam batas aman.
Pemerintah berharap dana hasil repatriasi dan deklarasi wajib pajak (WP) bisa menjadi akselerator untuk menggenjot penerimaan negara. Jika target penerimaan bisa tercapai, risiko defisit anggaran bisa diminimalisasi, meksipun belanja pemerintah terus didorong.
Selain tax amnesty, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah punya cara lain dalam menggaet penerimaan negara. Setidaknya, ada tiga program utama yang akan digenjot Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan sebagai regulator.
“Pertama, adalah ekstensifikasi. Kami tekankan pada tahun ini harus lebih serius. Kalau ada pekerjaan formal sekaligus, atau bahkan tidak punya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan tidak bayar pajak, akan jadi sasaran ekstensifikasi,” tutur Bambang dalam rapat kerja bersama Komisi XI di gedung parlemen Jakarta, Selasa, 7 Juni 2016.
Selain ekstensifikasi, pemeriksaan kepada WP dan orang pribadi (OP) pun semakin dikuatkan. Menurut Bambang, selama ini Ditjen Pajak hanya memfokuskan kepada WP badan akibat kesulitan menelusuri aset para WP orang pribadi.
“Tahun lalu kami hanya mendapatkan Rp9 triliun dari total 900 ribu WP orang pribadi. Istilahnya, dari yang besar dan kelihatan kurang patuh, maka mau tidak mau kami harus melakukan pemeriksaan,” tuturnya.
Pemerintah, lanjut mantan pelaksana tugas kepala Badan Kebijakan Fiskal ini, menginginkan agar nominal penerimaan yang bersumber dari WP orang pribadi tahun ini bisa meningkat dibandingkan tahun lalu. Sebab, pungutan WP orang pribadi memiliki potensi besar.
“Pajak (WP OP) itu nomor satu di Amerika Serikat,” katanya.
Kemudian, tindak lanjut dari pengejaran sejumlah perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang menunggak pajak selama 10 tahun terakhir. Bambang berharap, ketiga program ini bisa berjalan secara optimal.
“Jumlah (perusahaan) itu ada 500, dan ini kerugian (negara) yang cukup besar. Sekarang kami ingin, sudah diperiksa saja,” tutur dia.