Chevron Minta Diizinkan Beroperasi di Taman Nasional
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – PT Chevron Pacific Indonesia mengeluhkan kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), yang mengubah peruntukan dan status hutan lindung di Indonesia menjadi taman nasional dan cagar budaya.
Senior Vice President, Policy, Government, and Public Affairs Chevron Indonesia, Yanto Sianipar, mengungkapkan, kebijakan tersebut justru menghambat kegiatan eksplorasi panas bumi di Indonesia. Yanto menuturkan, saat statusnya masih sebagai hutan lindung, perusahaan hanya perlu mengajukan izin untuk beroperasi dan mencari cadangan migas (minyak dan gas) di lokasi tersebut.
Namun, setelah status berubah menjadi taman nasional, pihaknya tak bisa lagi melakukan kegiatan di hutan tersebut, lantaran taman nasional dan cagar budaya tidak diperbolehkan untuk dieksplorasi.
"Sekarang, hutannya itu berubah statusnya menjadi taman nasional. Begitu berubah, itu tidak bisa dieksplorasi. Karena dalam undang-undangnya, tidak bisa digunakan jika statusnya taman nasional," katanya di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis, 5 Mei 2016.
Yanto berharap, pemerintah dapat melunak dan memberikan izin kepada perusahaan multinasional asal Amerika Serikat (AS) tersebut, untuk beroperasi di hutan lindung. Karena jika tidak, maka perusahaan terpaksa harus menutup kegiatannya, dan energi panas bumi di Indonesia akan sulit berkembang.
"Kita meminta kepada pemerintah, mohon kami diberikan izin. Kalau enggak, kita akan tutup. Akan repot industri yang ada di situ," ujarnya.
Yanto menyebut, keluhan ini tidak hanya dari Chevron semata, melainkan juga dari PT Pertamina (Persero), yang beberapa kegiatannya ada pada subsektor panas bumi.
"Enggak cuma kita aja, Pertamina saya rasa juga. Kan dia proyek panas buminya di sana juga, di Gunung Salak,” ungkapnya.