Syarat untuk Mendapatkan Sertifikat Legalitas Kayu
- VIVAnews/Tri Saputro
VIVA.co.id – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, terus mendorong agar setiap produk kayu yang diproduksi di Indonesia mempunyai legalitas.
Hal ini lantaran berbagai industri, seperti perhotelan, menuntut produk hasil kayu yang telah masuk dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Rufi'ie menyatakan, salah satu hal yang paling mendasar untuk mendapatkan dokumen Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) adalah legalitas perusahaan.
"Jadi, langkah dari mendapatkan V-Legal atau Sertifikat Legalitas Kayu ini adalah legalitas perusahaan. Artinya, seperti SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), TDI (Tanda Daftar Industri), dan sebagainya, Kalau izin lengkap, dari awal itu gampang sebenarnya," kata Rufi'ie saat ditemui di acara Indonesia International Furniture Expo (IFEX), di JI Expo Kemayoran, Jakarta Sabtu 12 Maret 2016.
Ia menjelaskan, untuk mendapatkan sertifikat, saat ini ada sebanyak 20 perusahaan penilai atau lembaga sertifikasi yang berhak memberikan sertifikasi.
Lembaga tersebut mulai dari PT Brik Quality Service, PT Sucofindo Internasional Certification Services hingga PT Kreasi Prima Sertifikasi.
Sebanyak 20 lembaga ini, kata dia, telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), dan diawasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta pemantau independen.
"Pemantau independen ini dari aktivis dan LSM, ada dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) dan FWI (Forest Wood Indonesia)," katanya.
Ia mengatakan, dengan adanya Sertifikasi Legalitas Kayu, akan bermanfaat untuk memudahkan ekspor ke pasar Eropa dan berbagai wilayah lain yang sudah menerapkan kewajiban akan legalitas kayu.
"Artinya, ada buyer yang meminta SVLK. Buyer itu dari Eropa, kebanyakan dari Jerman dan Belanda," ujarnya.