ATM Jadi Barang Mahal Bagi Bank
Jumat, 4 Maret 2016 - 05:51 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, Anjungan Tunai Mandiri (ATM) akan menjadi barang yang mahal bagi perbankan dalam beberapa waktu ke depan. Sebab, biaya perawatan ATM lebih besar dari manfaat yang didapatkan perbankan.
Jahja menjelaskan, terdapat perbedaan dalam struktur pembiayaan perbankan. Untuk perbankan yang fokus pada deposito memiliki biaya operasional yang relatif kecil, sebab tidak begitu rutin melakukan transasksi.
Baca Juga :
Sedangkan, perbankan yang fokus pada transaksi giro dan tabungan (Current Accounts and Savings Accounts/CASA) memiliki biaya operasional tinggi.
"Itu bunga tinggi, tapi operational cost nya relatif kecil. Kecuali ada deposan mau cairkan, itu pun tidak rutin, ada operational cost, sehingga bank buku III itu NIM (Net Interest Margin) nya relatif kecil, tapi costnya lebih kecil dari bank yang di CASA," kata Jahja di Hotel Kempinksi, Jakarta, Kamis, 3 Maret 2016.
Jahja menjelaskan mengapa perbankan yang fokus pada tabungan dan giro memiliki cost yang mahal. Lantaran, dalam satu hari terjadi transaksi dua hingga tiga kali. Setiap transaksi pun ada biayanya meskipun berbeda.
"Tetapi kalau mereka gunakan ATM, bagi bank bukan hal yang murah. Sebulan Rp13.000 per bulan, jumlah transaksi 2.000-2.500. Intip saldo juga sering, tapi ini enggak ada final transaction, tapi ada biaya ke kita," ucapnya.
Jahja mengaku, harga ATM cukup bervariasi, mulai dari US$5.000 hingga US$20 ribu per unit. Untuk biaya perawatan ATM seharga US$20 ribu membutuhkan biaya perawatan sekira Rp12 juta per bulan, atau Rp144 juta per tahun.
"Pertanyaannya, Kok mahal banget? Kalau enggak di cabang, kita bayar di rental. Kalau di pinggir jalan, kita bangun kios, ada AC, instalasi listrik, ada asuransi untuk mesin, duit di dalam ATM juga diasuransikan, ada cleaning service. Itu adalah biaya dikeluarkan. Untungnya apa? Tidak ada untung," ujarnya.
Dengan demikian, bank yang fokus pada CASA, maka operasionalnya akan lebih besar. Sementara bank yang operasional NIM-nya kecil, maka cost-nya juga kecil.
"Untuk itu kami mendorong transaksi digital banking, mobile banking. Apalagi ATM ini tidak ada buatan lokal. Semuanya impor dari Jepang, butuh dolar AS. Ini ATM jadi barang mahal bagi bank, bukan lagi barang murah. Kalau ada transaksi banyak, ada yang harus dibayar," tuturnya.
Jahja mengatakan pihak BCA akan mengevaluasi jumlah ATM yang tersebar di wilayah Indonesia.
"Mau service layanan tetap baik ATM di mana-dimana atau ATM-nya menyusut. Memang mahal operate ATM. Kenapa namanya operasional cost tabungan giro mahal karena NIM enjoy, tapi overhead cost kebalikannya," ucapnya.