Indef: 4 Menteri Ini Harus Evaluasi Kebijakan di 2016
Selasa, 5 Januari 2016 - 12:34 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Andika Wahyu
VIVA.co.id - Sepanjang tahun 2015, sejumlah indikator yang menopang pertumbuhan ekonomi dalam negeri tak sepenuhnya optimal. Kinerja para menteri ekonomi Presiden Joko Widodo menjadi sorotan publik, karena dianggap tidak mampu mengeluarkan kebijakan yang mampu menggeliatkan ekonomi Indonesia.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mencatat, setidaknya ada empat menteri yang patut untuk mengevaluasi sejumlah kebijakan, serta memperbaiki kinerjanya dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di 2016, agar lebih baik di tahun sebelumnya.
"Semua terdapat catatan. Kementerian Keuangan (Bambang Brodjonegoro), Kementerian Perindustrian (Saleh Husin), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga), dan Kementerian Tenaga Kerja (Hanif Dhakiri)," kata Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati, saat berbincang dengan VIVA.co.id, Jakarta, Selasa 5 Januari 2015.
Untuk Kementerian Keuangan, Enny menjelaskan, catatan utama adalah yang dihimpun adalah dari sisi penerimaan, belanja, serta manajemen pengelolaan keuangan yang belum terakselerasi dengan baik. Hasilnya, serapan anggaran mandek, penerimaan dan belanja justru berbanding terbalik.
"Perlambatan penyerapan anggaran, hampir semua kementerian lembaga masalahnya keterlambatan pencairan. Ini harus diperbaiki. Pemerintah itu berbeda dengan korporasi. Penerimaan dan belanja itu harus balance," kata dia.
Kementerian Keuangan, menurutnya, perlu mematok target yang lebih realistis terhadap penerimaan negara. Sebab, bila kekurangan penerimaan (shortfall) semakin membengkak, hal ini berpotensi untuk memengaruhi program-program pembangunan pemerintah. Otomatis, pertumbuhan ekonomi dalam negeri akan terhambat.
"Target penerimaan itu harus realistis ke program pemerintah, karena saling berkaitan. Begitu shortfall, akan menganggu baik itu pola maupun eksekusi program pemerintah tadi. Target apa pun, yang paling penting itu realistis," tutur Enny.
Sementara itu, untuk Kementerian Perindustrian, Enny mengkritisi langkah kebijakan Saleh Husin. karena tidak mampu menangkal perlambatan industri di sektor manufaktur. Padahal, sektor manufaktur mampu menjadi penopang utama pertumbuhan dalam negeri. Dampak langsungnya, tentu pada neraca perdagangan
"Sektor manufaktur menjadi catatan penting. Bukan hanya menterinya. Kebijakan Menperin ini tidak bisa menahan perlambatan industri. Padahal, kita harapkan ini. Salah satu estalasi penting itu neraca perdagangan kita," ujarnya.
Sedangkan untuk Kementerian KUKM, Enny menilai di tahun 2015, sektor UMKM berpotensi untuk membantu menumbuhkan geliat industri dalam negeri, sehingga membantu menumbuhkan ekonomi Indonesia.
"UMKM ini terbesar. Tentu, sektor ini dapat menumbuhkan industri dalam negeri. UMKM itu memang indikator pertumbuhan ekonomi yang konkret," katanya.
Meski demikian, dari ketiga menteri tersebut, Enny mengungkapkan, salah satu sektor kementerian yang berkontribusi melemahkan ekonomi di 2015 adalah Kementerian Tenaga Kerja. Demo besar-besaran terkait kebijakan pengupahan, membuat para investor memiliki masalah baru selain birokrasi.
"Demonstrasi buruh itu termasuk. Investor yang sudah memiliki masalah, ditambah dengan persoalan buruh. Yang paling punya kontribusi pelemahan ekonomi itu termasuk Kemenaker," tutur Enny. (asp)