Menko Ramli Kembali "Kepret" RJ Lino soal JICT
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id - Menteri Koordinator bidang Maritim, Rizal Ramli, terus menyoroti kinerja PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II.
Setelah sebelumnya menyoroti soal dwelling time yang memakan waktu lama di Pelabuhan Tanjung Priok, Rizal juga mencurigai banyaknya pelanggaran yang dilakukan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino dalam proses perpanjangan konsesi Jakarta International Container Terminal (JICT) ke Hutchison Port Holdings (HPH), perusahaan asal Hong Kong.
Rizal mengatakan, dalam hal ini, RJ Lino telah memperpanjang perjanjian sebelum jangka waktu berakhir.
"Dalam hal ini Lino melanggar Pasal 27 Permen BUMN Nomor: PER-06/MBU/2011 tentang Pedoman Pendayagunaan Aktiva Tetap BUMN," ujar Rizal dalam gelar rapat Pansus Pelindo II di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 29 Oktober 2015.
Menurut Rizal, perjanjian seharusnya berakhir tanggal 27 Maret 2019. Akan tetapi kenyataannya pihak Pelindo II telah melakukan perpanjangan pada tahun 2014.
Selain itu, kata dia, RJ Lino telah memperpanjang perjanjian tanpa melakukan perjanjian konsesi lebih dulu dengan otoritas pelabuhan utama Tanjung Priok sebagai regulator.
“Mengenai hal ini, Menhub (Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan) sudah mengingatkan Menteri BUMN (Rini Sumarno) dengan surat tanggal 18 September 2014,” kata Rizal.
Rizal menjelaskan, RJ Lino juga tidak mematuhi surat Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok tentang konsesi. Dalam hal ini RJ Lino disurati pada tanggal 6 Agustus 2014 agar tidak memperpanjang perjanjian sebelum memperoleh konsesi dari Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok.
"Ketiga, Lino tidak mematuhi surat Komisaris Utama PT Pelindo II Luky Eko Wuryanto pada tanggal 23 Maret 2015 agar melakukan revaluasi dan negosiasi ulang dengan HPH merevisi besaran up front fee," ujar Rizal.
"Perjanjian lama tahun 1999 up front fee sebesar US$215 juta dan US$28 juta. Sekarang hanya US$215 juta saja,” sambungnya.
Dengan begitu, menurutnya, RJ Lino juga telah melanggar prinsip transparansi dengan tidak melalui tender.
"Ia juga melanggar keputusan Komisaris PT Pelindo II mengenai perlunya konsesi. Sementara pendapat Jamdatun, menurut saya tidak tepat,” ujar mantan Menteri Keuangan era Presiden Abdurahman Wahid itu. (ase)