Pemerintah Siap Adakan Keterbukaan Informasi Perbankan

Perbankan
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Kementerian Keuangan menyatakan, Indonesia bersama mayoritas negara-negara G-20 telah sepakat mengadaptasi ketentuan keterbukaan informasi perbankan untuk keperluan pajak pada 2017.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Rabu 9 September 2015, mengatakan dengan ketentuan itu, dipastikan hal ini lebih cepat dari rencana sebelumnya di 2018.

"Kita termasuk yang akan mengadaptasi lebih awal dan menjadi early adopter," ujar Bambang di Gedung DPR di Jakarta.

Menurut Bambang, dengan adanya keputusan tersebut, pemerintah nantinya akan mengusulkan sejumlah penyesuaian terhadap Undang Undang Perbankan No 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No 7 Tahun 1992.

Sebelumnya, DPR telah membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk revisi UU Perbankan. Revisi UU Perbankan itu ditargetkan dapat tuntas tahun ini. "Akan ada penyesuaian," katanya

Seperti diketahui, Keterbukaan dan pertukaran informasi tersebut menjadi kesepakatan negara-negara G20 dan Organisasi Kerja Sama Pengembangan Ekonomi (Organisation for Economic Co-operation and Development, atau OECD), yang direncanakan dapat diadaptasi negara-negara anggota pada 2018.

***

Keputusan untuk mengimplementasikan keterbukaan informasi secara lebih awal juga diakui Bambang, menjadi pembahasan dalam pertemuan Menteri Keuangan G-20 di Ankara, Turki, 3-6 September 2015 lalu.

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, pada Maret 2015 lalu, pernah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Nomor PER-01/PJ/2015 tentang Penyerahan Bukti Potong Pajak atas Bunga Deposito.

Namun, setelah terbit, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memutuskan untuk mencabut peraturan itu. Bambang saat itu beralasan, dasar hukum peraturan itu belum memadai.

Meski begitu, adanya peraturan tersebut juga diwarnai protes dari pelaku industri perbankan, karena terdapat kekhawatiran keluarnya dana nasabah ke luar negeri, setelah keterbukaan informasi diterapkan.

Tetapi, kesepakatan pertukaran informasi ini dinilai berguna untuk keperluan pajak berdasarkan standar OECD, yang disepakati oleh 51 negara pada November 2014 lalu.

Di Indonesia, keterbukaan informasi untuk keperluan pajak, dinilai berbagai kalangan cukup penting, untuk menggali potensi penerimaan pajak, yang selama ini selalu meleset dari target. Rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto juga terbilang rendah, yakni di level 12 persen. (asp)