Lokalisasi Ditutup, Penghuni Memilih Buka Usaha

PSK Ponorogo Saat Hadiri Penutupan Lokalisasi Kedung Banteng
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Sepintas tak ada yang aneh dengan barisan wanita berkerudung yang berada di samping kiri panggung “Deklarasi Penutupan Lokalisasi Kedung Banteng”.

Warga yang hadir di acara masih tertuju pada para tokoh yang sedang memberikan sambutan di atas panggung. Kehadiran Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, juga lebih menyihir perhatian warga yang antusias, karena kampungnya kedatangan orang yang wajahnya sering dilihat di televisi.

Namun, ketika pembawa acara menyampaikan tahapan acara selanjutnya adalah pembacaan deklarasi, para wanita berkerudung di samping kiri panggung itu sontak berdiri sambil memegang sebuah map biru berisi selembar kertas. Setelah seseorang memberikan aba-aba, mereka kemudian membacakan deklarasi. Dalam deklarasi itu, mereka berikrar tidak akan kembali menjalani profesi yang dianggap melanggar norma sosial di masyarakat.

Para wanita ini merupakan sebagian dari pekerja seks komersial (PSK) dan muncikari di lokalisasi Kedung Banteng yang sudah ada sejak 35 tahun yang lalu. Usai membaca deklarasi, para wanita itu kemudian naik ke atas panggung untuk menerima secara simbolis bantuan dari Kementerian Sosial.

Tak ada cacian, makian atau hinaan kepada mereka. Para warga memberi apresiasi, tepuk tangan, memberi tanda bahwa para wanita di itu adalah bagian dari mereka.

Turun dari panggung, wajah para wanita itu berseri-seri. Namun, mereka masih tampak canggung. Mereka menutup mulut dengan saputangan ketika didekati oleh wartawan. Ketika ditanya akan ke mana setelah ini, salah satu hanya menjawab singkat, “Pulang ke Magetan mas.”

Satu wanita berkerudung biru ikut menyeletuk, “Mau usaha kue kering, yang keju, yang cokelat. Supaya buat jalan-jalan, sekolah anak.”

Namun, ketika ditanya lebih lanjut mengenai kehidupan pribadinya, ia malah tersenyum alih-alih menjawab. Begitu juga dengan yang lainnya.

Sebelum adanya penutupan pada 8 Juni 2015 itu, eks penghuni lokalisasi yang jika ditotal semuanya berjumlah 215 orang ini memang menjalani berbagai pelatihan keterampilan. Hal itu dilakukan agar mereka bisa merintis usaha untuk melanjutkan hidup dengan keluarga di masyarakat. Ada yang dilatih agar bisa membuat aneka kue, berbagai masakan, hingga kerajinan tangan. Sebagian dari buah tangan mereka juga dipamerkan tak jauh dari panggung deklarasi.

Lokalisasi Kedung Banteng, Ponorogo, Jawa Timur, dihuni sekitar 176 PSK dan 39 muncikari. Sebanyak 156 PSK diketahui berasal dari luar Ponorogo, seperti Ngawi, Tulungagung, Magetan dan juga Kediri.

Dengan penutupan ini, Kementerian Sosial berharap bisa menghilangkan eksploitasi terhadap perempuan, memperkecil angka kriminalitas serta memberantas perdagangan manusia atau perdagangan orang.

Penutupan lokalisasi, kata Khofifah, bukan hanya semata melakukan penutupan dan kemudian lepas tangan dengan berbagai dampak sosial yang terjadi. Menurut dia, para muncikari dan PSK harus mendapatkan pembinaan dan santunan agar mereka bisa kembali ke masyarakat dan merintis usaha yang layak. Hal itu juga dilakukan untuk para penghuni lain seperti juru parkir dan pedagang yang terkena dampak penutupan.

“Harus ada solusi supaya mereka punya income baru. Kalau ada yang mau pulang ke daerahnya, harus dapat uang transport. Itu harus dituruti oleh Pemprov dan Pemkot Ponorogo. Ini solusi bagi kita semua,” kata Khofifah, ketika memberikan sambutan.

Kementerian Sosial menyerahkan bantuan untuk kompensasi, pembinaan dan pemberdayaan keterampilan kepada para penghuni lokalisasi. Untuk bantuan kegiatan ekonomi kreatif, misalnya, masing-masing penghuni mendapat sebesar Rp5 juta. Ada juga modal usaha untuk kelompok bersama dengan masing-masing kelompok menerima bantuan sebesar Rp20 juta.

(mus)