Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Langgar Hak Konsumen Dapatkan Informasi Produk
- freepik
Jakarta, VIVA – Rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tercantum dalam penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), dinilai melanggar hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang akurat, jelas, dan detail mengenai produk yang dikonsumsi.
Para akademisi dan ahli hukum juga menilai, aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 ini merupakan bentuk pembangkangan dari kebijakan yang hierarkinya lebih tinggi.
Ahli Hukum Universitas Trisakti, Ali Ridho mengatakan, rokok merupakan produk legal yang memiliki hak untuk dipasarkan kepada konsumen dewasa. Penerapan Rancangan Permenkes melanggar hak konsumen yang telah dijamin dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Tidak hanya itu, penyusunan kebijakan tersebut juga melanggar Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) produk dan dagang yang berlaku," kata Ali dalam keterangannya, Rabu, 15 Januari 2025.
Dia mengatakan, dari hierarki PP, menempatkan aturan yang lebih rendah haruslah koheren dengan aturan yang lebih tinggi. Apabila aturannya lebih rendah seperti Rancangan Permenkes yang menyimpangi aturan yang lebih tinggi, baik UU Kesehatan, UU Keterbukaan Informasi publik, atau UU Perlindungan Konsumen, maka bukan hanya keliru tapi sudah membangkang dari aturan lebih tinggi. "Konsekuensinya secara yuridis ini sudah cacat materil," ujarnya.
Karenanya, Dia pun meminta kepada lembaga dan kementerian terkait, untuk melihat alasan di balik bermasalahnya struktur aturan. Ali menjelaskan, ada tiga lapis yang perlu diketahui, yaitu substansi, aparatur, atau budaya hukum yang bermasalah.
Ketiga lapis tersebut nyatanya tidak dipahami secara serius oleh lembaga pembentuk aturan, sehingga malah menimbulkan masalah baru saat membuat aturan baru. Menurut Ali, dibanding dengan terus mengubah aturan untuk menyempurnakan kebijakan yang sudah ada, Kementerian Kesehatan sebaiknya lebih menguatkan penegakan hukum yang konsisten.
"Penyakit hukum kita ini ada di penegakkan hukum, aturan tidak ada yang begitu bermasalah, hanya saja cara pandangannya ketika timbul dari adanya ketidakektifitasan pencegahan merokok dianggap substansinya bermasalah padahal itu tidak bermasalah, tinggal penegakannya," kata Ali.
Ali mencontohkan, dengan aturan yang semakin ketat tanpa adanya penindakan yang optimal dan konsisten, justru malah membuat peredaran rokok ilegal semakin besar dan liar. Padahal, jika Kementerian Kesehatan fokus pada penindakan hukum termasuk edukasi masyarakat, hak itu justru akan lebih menyasar permasalahan yang ada.
"Edukasi kan sebagian dari penegakan, amanat UU ini penegakkan hukum tidak hanya menindak bersalah tapi memberikan edukasi terhadap aturan yang ada," ujarnya.