BI Sebut Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Hanya Berdampak 0,2 Persen ke Inflasi

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan jajaran Deputi Gubernur BI saat konferensi pers Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Jakarta, VIVA - Bank Indonesia (BI) memperkirakan, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 tidak akan memberikan dampak besar pada laju inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK). Kenaikan PPN diproyeksikan hanya akan menambah inflasi sebesar 0,2 persen.

Deputi Gubernur BI, Aida Suwandi Budiman mengatakan dampak kenaikan PPN terhadap inflasi dihitung berdasarkan asumsi historis Bank Indonesia. 

"Berdasarkan historisnya sekitar 50 persen yang di pass through. Nah, hitungannya ini mengakibatkan sekitar penambahan inflasi 0,2 persen. Tetapi apakah ini besar? Jawabannya tidak," kata Aida dalam konferensi pers di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Rabu, 18 Desember 2024.

Aida menilai, inflasi akibat kenaikan PPN akan tetap terkendali dalam proyeksi target inflasi 2025 sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen. Selain itu, terdapat faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi inflasi, seperti penurunan harga komoditas global dan kebijakan moneter yang konsisten dari BI.

"Jangan lupa juga ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi, kan enggak hanya satu ya, PPN naik, tapi yang lain-lain juga itu harus dilihat," jelasnya.

Adapun terkait dampaknya pada Produk Domestik Bruto (PDB), Aida menyebut pengaruh kenaikan PPN ini relatif kecil. "Kalau hitungannya langsung-langsung juga nggak terlalu besar, sekitar 0,02 sampai 0,03 tetapi sekali lagi kita jangan hanya menghitung seperti itu," jelasnya.

Aida melanjutkan, akibat dari kenaikan PPN menjadi 12 persen ini, pemerintah juga telah menyiapkan berbagai insentif ekonomi. Hal ini guna menjaga keseimbangan dampak dari kebijakan fiskal ini. 

"Pemerintah juga melakukan berbagai macam insentif yang lainnya, seperti kemarin kan diumumkan tentang Paket Stimulus Ekonomi 2025. Ada berbagai macam di sana, termasuk ada penghapusan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), PBG (Persetujuan Bangunan Gedung), dan lain-lain. Dan ini kami lihat akibatnya dampaknya kepada PDB tidak terlalu minimal sekali," imbuhnya.