Rencana Kenaikan Tarif PPN Jadi 12 Persen pada 2025 Ditunda? Ini Tanggapan Masyarakat

Suasana Food Court Margo City Mall pada hari Pilkada
Sumber :
  • Viva/Yuhaenida Meilani

VIVA – Hari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia selalu menjadi momen yang dinantikan masyarakat, karena kerap diwarnai dengan berbagai promosi menarik di pusat perbelanjaan. Di kota Depok, salah satu lokasi yang ramai dikunjungi pada hari Pilkada adalah Margo City Mall, salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Depok.

Pada hari Pilkada yang jatuh pada Rabu, 27 November 2024, Margo City Mall dipadati oleh masyarakat yang datang untuk memilih, sekaligus menikmati berbagai promo menarik yang ditawarkan. Area food court dan restoran di mall menjadi pusat perhatian banyak pengunjung yang datang secara berkelompok.

Banyak pengunjung yang membeli berbagai barang kebutuhan mereka, mulai dari pakaian, alat elektronik, hingga makanan. Namun, beberapa barang dan jasa yang dibeli oleh pengunjung mall ini tentunya dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang pada 2025 mendatang akan mengalami perubahan.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah telah mengumumkan bahwa mulai 1 Januari 2025, tarif PPN akan dinaikkan dari 11 persen menjadi 12 persen. Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang bertujuan untuk menjaga kesehatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Meskipun pemerintah memastikan bahwa daya beli masyarakat tidak akan terganggu, melalui sejumlah kebijakan yang akan melindungi kelompok berpenghasilan rendah, kebijakan ini tetap menuai berbagai tanggapan dari masyarakat.

Namun, perkembangan terbaru menunjukkan bahwa rencana kenaikan PPN kemungkinan besar akan ditunda. Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan penundaan tersebut hingga stimulus sosial diberikan kepada masyarakat.

Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, dasar hukum PPN di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Sejak pertama kali diterapkan, tarif PPN di Indonesia ditetapkan sebesar 10 persen.

Namun, tarif ini sudah mengalami beberapa perubahan, termasuk kenaikan menjadi 11 persen pada 1 April 2022, yang dipicu oleh pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Kini, tarif PPN akan kembali naik menjadi 12 persen pada tahun depan.

Meski pemerintah sudah mempersiapkan regulasi untuk melindungi kelompok berpenghasilan rendah, kebijakan kenaikan PPN ini tetap menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Salah satunya adalah Raza (22 tahun), pengunjung yang ditemui di salah satu gerai makanan di Margo City Mall, Rabu, 27 November 2024.

Menurut Raza, ia kurang setuju dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen. "PPN 11 persen saja sudah cukup. Kalau ini naik jadi 12 persen, saya rasa akan ada dampak besar bagi daya beli masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah," ujarnya.

Raza menambahkan bahwa ia lebih setuju jika kebijakan ini ditunda terlebih dahulu, sampai perekonomian masyarakat Indonesia membaik. "Kenaikan PPN ini pasti akan mempengaruhi biaya hidup masyarakat. Jadi, sebaiknya kebijakan ini dipertimbangkan lagi," tambahnya.

Sementara itu, Febri (20 tahun), seorang mahasiswa, memberikan pandangan berbeda. Menurutnya, jika kebijakan ini memang disetujui oleh mayoritas masyarakat, maka sebaiknya kebijakan tersebut tetap dijalankan.

"Pajak itu kan harus sesuai dengan kemampuan masyarakat. Kalau memang banyak yang setuju dengan kenaikan PPN ini, kenapa tidak? Tapi kalau banyak yang keberatan, mungkin bisa dipertimbangkan untuk mencari solusi lain yang bisa menyelesaikan masalah ini," ungkapnya.

Dimas (19 tahun), seorang pengunjung lainnya, juga memberikan tanggapan serupa. Ia menilai bahwa kenaikan PPN di tengah kondisi perekonomian yang masih belum stabil, terutama dengan besarnya Upah Minimum Regional (UMR) yang relatif rendah di Indonesia, dapat berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

"Pendapatan gaji di Indonesia kan masih belum tinggi, jadi dengan adanya kenaikan PPN, saya rasa ini agak terkendala. Lebih baik kebijakan ini ditunda dulu, sampai kondisi ekonomi lebih stabil," ujar Dimas.
Selain berdampak pada daya beli masyarakat, kebijakan kenaikan PPN ini juga berpotensi memengaruhi sektor usaha. Para pelaku usaha, terutama yang bergerak di sektor barang dan jasa, mungkin harus menaikkan harga jual untuk menutupi kenaikan biaya akibat pajak yang lebih tinggi. Hal ini berisiko menyebabkan inflasi yang lebih tinggi, yang pada gilirannya dapat memperburuk daya beli masyarakat.

Bagi konsumen, kenaikan PPN bisa berarti harga barang dan jasa yang lebih mahal. Dengan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen, konsumen mungkin akan lebih selektif dalam melakukan pembelian, terutama untuk barang-barang yang dikenakan PPN tinggi seperti elektronik, kendaraan, dan barang mewah lainnya.