Digital Trust Global Alami Tren Penurunan, Begini Strategi OJK Jaga Optimisme di RI

Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Sophia Wattimena, di acara 'Risk and Governance Summit 2024', di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa, 26 November 2024
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta, VIVA – Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sophia Wattimena mengatakan, saat ini tengah terjadi fenomena penurunan digital trust alias kepercayaan digital pada masyarakat secara global.

Dia menjabarkan, hasil studi Edelman Trust Barometer menunjukkan adanya tren penurunan secara global untuk aspek digital trust. Dimana secara umum, sebanyak 14 dari 22 negara mengalami penurunan digital trust.

"Enam negara di antaranya menunjukkan penurunan sebesar dua digit poin, misalnya seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, United Kingdom, Prancis, dan Australia," kata Sophia di acara 'Risk and Governance Summit 2024', di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa, 26 November 2024.

Ilustrasi bank digital.

Photo :
  • Freepik/vectorpocket

Dia mengakui, berbagai tantangan di era digital hari ini, tentunya tidak hanya datang dari risiko siber dan perkembangan Artificial Intelligence (AI) semata.

"Tetapi juga dari dinamika yang terjadi di pasar keuangan, termasuk dari ranah aset digital seperti cryptocurrency yang memiliki volatilitas yang sangat tinggi," ujarnya.

Karenanya, Sophia memastikan bahwa OJK sendiri saat ini tengah berupaya melakukan pembenahan dari sisi regulasi, guna memberikan optimisme bagi masyarakat digital di Tanah Air untuk tetap beraktivitas di dunia maya.

Beberapa upaya dan strategi yang OJK lakukan sebagai regulator guna memperkuat infrastruktur industri digital di Indonesia, misalnya seperti menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum.

"Tujuannya yakni untuk mengatur penggunaan teknologi informasi oleh bank umum, agar meningkatkan keamanan, efisiensi, dan kualitas pelayanan keuangan," kata Sophia.

Selain itu, lanjut Sophia, OJK juga meluncurkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 4/POJK.05/2021 Tahun 2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Lembaga Jasa Keuangan Non-bank. Terlebih, aturan-aturan itu juga diperkuat dengan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), untuk mengawasi inovasi teknologi sektor keuangan dan aset keuangan digital.

Sophia menegaskan, langkah-langkah ini dilakukan OJK, karena berdasarkan publikasi Institute of Internal Auditors (IIA) mengenai laporan Risk in Focus tahun 2025, keamanan siber dan disrupsi digital termasuk dalam lima besar risiko yang perlu menjadi perhatian para stakeholders ke depannya.

"Kami juga telah mempertimbangkan tata kelola yang baik dengan merilis pedoman keamanan siber untuk penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan, serta kode etik penggunaan kecerdasan buatan atau AI," ujarnya.