OJK Sebut Ada 7 Juta Data Milik Ratusan Instansi RI Bocor di Dark Web

[dok. Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Sophia Wattimena, bersama para pembicara di acara 'Risk and Governance Summit 2024', di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa, 26 November 2024]
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta, VIVA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa terdapat sekitar 7 juta data dari ratusan instansi yang ada di Indonesia, saat ini sudah terekspos di dark web. Dark web adalah bagian dari internet, yang memungkinkan orang menyembunyikan identitas dan lokasi mereka dari orang lain termasuk dari para penegak hukum.

Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, Sophia Wattimena mengatakan, dari 7 juta data milik 450 lebih instansi tersebut, sekitar tiga persen di antaranya berasal dari instansi di sektor keuangan.

"Saat ini ada 7 juta data dari 450 lebih instansi yang terekspos di dark web, dan sekitar tiga persen di antaranya dari sektor keuangan," kata Sophia di acara 'Risk and Governance Summit 2024', di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa, 26 November 2024.

Langkah OJK

Ilustrasi transaksi di situs dark web.

Photo :
  • NewsBTC

Dengan kerentanan seperti itu, ia pun menegaskan bahwa OJK selaku regulator akan terus memperkuat infrastruktur industri digital Indonesia, supaya ke depannya bisa lebih tangguh dan aman.

Salah satu upayanya yakni dengan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Tujuannya yakni untuk mengatur penggunaan teknologi informasi oleh bank umum, agar meningkatkan keamanan, efisiensi, dan kualitas pelayanan keuangan.

Selain itu, lanjut Sophia, OJK juga meluncurkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 4/POJK.05/2021 Tahun 2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Lembaga Jasa Keuangan Non-bank.

Dia menambahkan, aturan-aturan tersebut diperkuat dengan kehadiran Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), untuk mengawasi inovasi teknologi sektor keuangan dan aset keuangan digital.

Sophia menegaskan, langkah-langkah ini dilakukan OJK karena berdasarkan publikasi Institute of Internal Auditors (IIA) mengenai laporan Risk in Focus tahun 2025, keamanan siber dan disrupsi digital termasuk dalam lima besar risiko yang perlu menjadi perhatian para stakeholders ke depannya.

"Kami juga telah mempertimbangkan tata kelola yang baik dengan merilis pedoman keamanan siber untuk penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan, serta kode etik penggunaan kecerdasan buatan atau AI," ujarnya.