Asosiasi Pengusaha Konstruksi Tolak Kenaikkan PPN Jadi 12 Persen, Harga Material Bisa Meroket

Ilustrasi pekerja jasa konstruksi.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Jakarta, VIVA – Asosiasi pengusaha konstruksi di bawah naungan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), menolak rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12 persen di tahun depan. Sekjen Gapensi, La Ode Safiul Akbar mengatakan, kebijakan itu akan memicu berbagai dampak negatif jika tetap dipaksakan untuk diterapkan.

Menurutnya, hal itu akan berdampak langsung pada harga material dan jasa konstruksi, sehingga nantinya juga akan turut membebani kontraktor dan masyarakat pengguna infrastruktur.

"Gapensi menolak dengan keras rencana ini. Mayoritas anggota Gapensi adalah UMKM konstruksi yang bekerja pada margin tipis, sehingga kebijakan ini berpotensi melemahkan daya saing mereka," kata La Ode dalam keterangannya, Senin, 25 November 2024.

Ilustrasi pembangunan rumah.

Photo :
  • VIVA/Dusep Malik

Dengan dinaikkanya PPN menjadi 12 persen, hal itu dipastikan La Ode bakal memperlambat eksekusi proyek yang sudah direncanakan, terutama proyek-proyek pemerintah.

Namun jika pemerintah tetap memaksakan penerapan regulasi yang mendapat banyak penolakan dari berbagai elemen masyarakat ini, maka hal itu akan menimbulkan efek berganda. Di antaranya kenaikan harga material dan jasa konstruksi, sehingga mengakibatkan anggaran proyek meningkat signifikan. Akibatnya, pemerintah dan sektor swasta mungkin mengurangi jumlah proyek akibat keterbatasan dana, yang berimbas pada penurunan lapangan kerja.

Dengan demikian, infrastruktur seperti properti residensial akan semakin mahal, sehingga mempersempit akses masyarakat terhadap hunian.

"Sektor konstruksi memiliki efek multiplier yang besar. Jika sektor ini melemah, rantai pasokan material, tenaga kerja, dan jasa lainnya juga terdampak," ujar La Ode.

Karenanya, Dia pun berharap pemerintah dapat menunda kenaikan tersebut. Pasalnya, sektor konstruksi adalah motor pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Maka jika ada kenaikan PPN, hal itu akan membebani fiskal yang dapat menghambat pertumbuhan sektor ini.

Selain itu, kenaikan PPN berdampak pada seluruh rantai ekonomi, sehingga menurunkan daya beli masyarakat terutama kalangan bawah. Karenanya, alih-alih menaikkan tarif, pemerintah dapat memaksimalkan potensi penerimaan pajak dengan memperluas basis pajak dan mengurangi kebocoran.

"Beban pajak tambahan berpotensi memperburuk ketimpangan, terutama bagi pelaku usaha kecil dan masyarakat berpenghasilan rendah," ujarnya.