Dituding Ruwet dan Bertele-tele, Pemerintah Pangkas Birokrasi Penyaluran Pupuk Subsidi
- Kementan
Jakarta, VIVA - Pemerintah resmi mempermudah prosedur penyaluran pupuk subsidi. Hal ini dilakukan karena berbelit-belitnya birokrasi untuk penyaluran pupuk subsidi kepada para petani.
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan tahun ini total alokasi pupuk subsidi sebanyak 9,5 juta ton. Namun, dari jumlah itu yang baru terealisasi hanya sebesar 5 juta ton.
"Kenapa? Karena harus ada SK (Surat Keputusan) dari bupati, SK dari gubernur. Ada usulan, ruwet, mengular, rumit sekali, jadi walaupun alokasinya besar, cukup, tetapi kalau prosedurnya bertele-tele, mengular, akhirnya juga nggak bisa terserap dengan baik," ujar Zulhas dalam konferensi pers di Kantor Kementan, Jakarta Selatan, Selasa, 12 November 2024.
Zulhas mengatakan, adanya SK ini telah membuat penyaluran pupuk subsidi tidak efektif. Dia mencontohkan, saat ada Pilkada untuk petani mendapatkan pupuk subsidi, harus menunggu terpilihnya gubernur dan bupati setempat agar SK bisa diterbitkan.
"Ini kalau lagi Pilkada bupatinya mungkin belum ada gitu. Tunggu SK bupati, nggak bisa dikirim," jelasnya.
Maka dengan itu jelas Zulhas, skema penyaluran pupuk subsidi ini akan berubah. Dalam hal ini penyaluran dimulai dari Kementerian Pertanian (Kementan), selanjutnya ke Pupuk Indonesia. Nantinya Pupuk Indonesia akan menyalurkan langsung kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), dan Gapoktan akan langsung menyerahkan ke petani.
"Sekarang langsung dari Mentan, kasih ke Pupuk Indonesia, Pupuk Indonesia langsung ke Gapoktan. Jadi ada banyak sekali atur-atur yang kita pangkas hari ini. Jadi kabar gembira lah untuk sebuah petani Indonesia," katanya.
Zulhas melanjutkan, untuk kebijakan skema penyaluran subsidi ini akan mulai berlaku pad Januari 2025. Pada 2025 sendiri alokasi pupuk subsidi sebanyak 9,5 juta ton. "Tahun depan. Januari tahun depan (aturan berlaku)," katanya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan adanya regulasi yang rumit ini telah membuat penyaluran pupuk subsidi tidak optimal. "Bayangkan kemarin keputusan kita di Januari, tetapi SK-nya baru selesai 50 persen di Juni. Korbannya adalah petani," ujarnya.