PayLater Didominasi Anak Muda, OJK: Tidak Hanya di Indonesia
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Bali, VIVA – Pengguna layanan beli sekarang bayar nanti atau Buy Now Pay Later (BNPL) mayoritas merupakan generasi muda. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mirza Adityaswara dalam acara OECD/INFE-OJK Conference 'Empowering Consumers Through Financial Education'.
"Taukah Anda, sebagian besar peminjam yang menggunakan layanan BNPL adalah generasi muda," ujar Mirza di The Westin, Nusa Dua Bali, Jumat, 8 November 2024.
Mirza mengatakan, layanan BNPL merupakan produk baru di sektor jasa keuangan. Namun, jumlah penggunanya sudah mencapai 20 juta orang.
"Jumlah nasabah buy now pay later sekarang sudah mencapai 20 juta, dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 280 juta jiwa," katanya.
Adapun hingga September 2024 piutang pembiayaan BNPL naik sebesar 103,4 persen menjadi Rp 8,24 triliun, dengan tingkat non performing financing (NPF) gross dan NPF net masing-masing sebesar 2,60 persen dan 0,71 persen.
Pada kesempatan terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, Friderica Widyasari Dewi layanan BNPL tidak hanya ada di Indonesia. Menurutnya, berbagai negara di dunia banyak anak mudanya menggunakan layanan tersebut demi menunjang gaya hidup.
"BNPL ternyata tidak terjadi di Indonesia berbagai belahan dunia anak-anak muda sudah over in debt ness atau kebanyakan utang, karena terlalu pengen gaya, pengen pake baju baru, jam tangan baru mungkin jam yang kekinian," jelasnya.
Kiki begitu sapaan akrabnya mengatakan, banyaknya anak muda yang menggunakan layanan pinjaman ini telah membuat para ibu-ibu mengeluh.
"Bahaya sekali karena anak-anak muda saya banyak ketemu, kalau saya edukasi ke daerah daerah ibu-ibu itu semua bilang jadi anak-anaknya seolah-olah di rumah tapi ternyata jempolnya kemana-mana taunya kalau debt collector datang nagihin," katanya.
Menurutnya, dengan hal ini pihaknya akan bergerak cepat menyelamatkan anak muda melalui edukasi dan literasi keuangan. Sebab, mayoritas dari mereka yang meminjam kesulitan untuk melunaskan pinjamannya, sehingga membuat catatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) menjadi negatif.
"Jangan sampai anak-anak muda ini yang harusnya dia sekolah untuk bisa dapat kerjaan bagus akhirnya mereka karena udah tercatat di SLINK akhirnya saat mereka mau ajukan utang beli rumah kredit rumah udah enggak bisa, mau lamar kerja enggak bisa. Ini yang harus kita selamatkan anak-anak muda," tegasnya.