Mentan Amran Sebut Sektor Pertanian RI Harus Satu Komando, Singgung Pupuk-Bulog di Bawah BUMN
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA - Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengatakan, penanganan sektor pertanian Indonesia yang tidak berada di bawah satu komando, menyebabkan sejumlah masalah seperti soal kebijakan pupuk bersubsidi yang menurutnya sudah keliru selama ini.
Dia bahkan sudah memperkirakan bahwa meskipun pasokan pupuk bersubsidi tahun ini dapat dikatakan berlebih, namun pihaknya melihat adanya potensi bahwa hal itu tidak akan habis terserap oleh petani.
"Sekarang pupuk berlebih, tapi engggak akan terserap sampai akhir tahun. Karena baru Juni-Juli terdistribusi. PIC ada di BUMN, kami enggak bisa intervensi. Tapi ini kinerjanya pertanian," kata Amran dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, Selasa, 5 November 2024.
Amran menceritakan, pada tahun 2024 ini saja mulanya anggaran pupuk bersubsidi dipangkas sebesar 50 persen, hingga hanya menyisakan jatah 4,73 juta ton. Padahal di tahun 2018 silam, anggaran pupuk bersubsidi tercatat mencapai 9,55 juta ton.
Meskipun saat masih era Presiden Jokowi kala itu Mentan mengaku kerap menyinggung soal pemangkasan pupuk bersubsidi dalam rapat-rapat pemerintah, namun hal tersebut tidak menunjukkan pertanda baik. Hingga akhirnya Presiden Jokowi menyetujui penambahan volume anggaran pupuk bersubsidi tahun 2024, menjadi 9,55 juta ton.
"Ada kekeliruan di sektor pertanian ini akibat tidak satu komando. Salah satu contohnya adalah soal pupuk bersubsidi, kemarin tidak tersedia 50 persen. Jadi meskipun (PT) Pupuk untung Rp 6 triliun, pegawainya untung, enggak masalah. Tapi petani seluruh Indonesia teriak," ujarnya.
Meskipun saat ini anggaran pupuk bersubsidi 2024 sudah ditambah 100 persen dengan capaian serapan yang menyentuh angka 60 persen, namun Amran tetap tak memungkiri adanya kekeliruan dalam penanganan sektor pertanian Indonesia.
"Dalam APBN, anggaran pupuk itu dalam Rupiah, Dolar (AS), bukan quantum. Tanaman itu butuh quantum. Kelihatan sepele, tapi bikin masalah besar bagi pertanian," kata Amran.
Meskipun hanya ada kesalahan satu kata di dalam penganggaran pupuk bersubsidi itu, Amran mengakui bahwa dampaknya bahkan sampai bisa menghancurkan kondisi para petani di Tanah Air. Terlebih apabila kondisinya diperparah dengan faktor eksternal, yang memberikan dampak cukup signifikan bagi pertanian RI.
"Begitu perang Ukraina-Rusia, bahan baku (pupuk) langsung naik 200 persen. Sehingga yang dikurangi pupuknya jadi hanya 4,7 juta ton. Kami sampaikan ini 5 kali dalam rapat, ini masalah. Alhamdulilah sudah terselesaikan," kata Mentan.
Problem itu pun belum selesai, karena Amran menjelaskan bahwa hasil produksi petani yang tentunya membutuhkan pembeli atau offtaker, sebenarnya cukup bergantung pada peran Perum Bulog. Nahasnya, karena Bulog adalah BUMN, maka mereka mengaku tidak bisa melakukan intervensi.
"Sehingga ke depan, ada pemikiran sektor pertanian ini harus satu komando di Menteri Pertanian yang akan bertanggung jawab. Jadi kalau ada apa-apa, Menterinya yang diganti, karena satu komando itu," ujarnya.