Kebijakan Prabowo Hapus Utang Petani-Nelayan Bakal Hidupkan Usaha Kecil, Kata Anggota DPR

Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat Fathi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Jakarta, VIVA - Anggota DPR RI Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat, Fathi, merespon wacana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus utang petani, nelayan, dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM di perbankan. Menurutnya, hal itu dapat menghidupkan kembali sektor usaha kecil.

Fathi berharap, kebijakan ini bisa menjadi solusi bagi para pelaku usaha yang mengalami kesulitan dalam melunasi pinjaman mereka. Terutama mereka yang terkena dampak pandemi dan kondisi ekonomi yang sulit belakangan ini.

"Pemutihan utang bagi pelaku UMKM, petani, dan nelayan adalah kebijakan yang tepat untuk memastikan mereka bisa kembali berusaha tanpa terbebani oleh masa lalu finansial yang sulit," ujar Fathi dalam keterangannya Sabtu, 2 November 2024. 

Menurut Fathi, langkah ini juga sejalan dengan harapan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang tengah menunggu kejelasan aturan terkait hapus tagih. Hal ini mengingat selama ini bank-bank BUMN tidak berani melakukan penghapusan utang karena masih dianggap sebagai kerugian negara. 

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), Sunarso, menegaskan pentingnya kebijakan yang lebih tegas agar bank BUMN memiliki wewenang yang lebih besar dalam membantu pemulihan pelaku UMKM, tanpa berisiko pada laporan keuangan mereka.

Lebih lanjut, Fathi menekankan pentingnya kriteria yang jelas dan perlindungan terhadap potensi moral hazard dalam pelaksanaan kebijakan ini. 

“Tentu kita ingin kebijakan ini tepat sasaran dan transparan. Harus ada ketentuan yang jelas tentang siapa yang berhak mendapatkan pemutihan utang ini, agar bisa benar-benar mendorong pemulihan ekonomi dan tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," jelasnya.

Fathi juga menyoroti potensi kebijakan ini untuk menciptakan iklim ekonomi yang lebih sehat. Menurutnya, dengan memberikan kesempatan kepada mereka yang memiliki potensi namun terhambat oleh keterbatasan finansial, pemerintah bisa membantu menciptakan iklim usaha yang lebih kompetitif dan inklusif.

"Kebijakan ini harus dilihat sebagai investasi untuk masa depan. Ketika mereka yang terpuruk secara ekonomi mendapat kesempatan untuk bangkit kembali, dampaknya akan signifikan terhadap ketahanan ekonomi nasional," katanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo yang menyebut Prabowo bakal menerbitkan peraturan presiden (perpres) yang akan menjadi dasar hukum pemutihan utang jutaan petani dan nelayan itu.

Menurut Hashim, Menteri Hukum Supratman Andi Atgas masih menyiapkan perpres tersebut. Prabowo kemungkinan menandatangani perpres tersebut pekan depan. 

"Saya berharap minggu depan ya beliau (Prabowo) akan tanda tangan perpres pemutihan. (Ada) 5-6 juta manusia dengan keluarganya akan dapat hidup baru dan mereka dapat hak untuk pinjam lagi ke perbankan," kata Hashim di Menara Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rabu, 24 Oktober 2024.

Adik Prabowo ini mengungkapkan, utang yang akan dihapus melalui perpres tersebut adalah utang masa lalu, bahkan beberapa di antaranya adalah utang saat krisis moneter 1998 silam. Kendati penghapusan buku telah dilakukan, akan tetapi hak tagih dari bank tidak ikut dihapus. 

"Ternyata semua utang ini sudah dihapusbukukan sudah lama dan sudah diganti oleh asuransi perbankan, tetapi hak tagih dari bank belum dihapus," ujarnya.

Diujarkan, banyak petani dan nelayan tidak bisa mengakses pinjaman ke perbankan karena skor kredit di sistem informasi layanan informasi keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buruk akibat utang lamanya. Besaran utangnya juga diklaim tak besar.  

Hashim menyebut utang petani dan nelayan ke perbankan berada di kisaran Rp 10 juta hingga Rp 20 juta. Alhasil, mereka mau tidak mau meminjam ke rentenir atau pinjaman online (pinjol) dengan bunga pinjaman yang mencekik.

Hashim menambahkan pemutihan utang petani dan nelayan ini sudah dikonsultasikan Prabowo ke tim ekonominya. Karena itu, Hashim memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak akan merusak ekosistem perbankan di Indonesia.