Wamenpar Ni Luh Soroti Online Travel Agent Asing yang Rugikan Industri Pariwisata RI

Travel Agency
Sumber :
  • freepik.com/pikisuperstar

Jakarta, VIVA – Kementerian Pariwisata buka suara soal keluhan para pengusaha hotel, terkait kegiatan bisnis online travel agent (OTA) asing yang makin marak beroperasi di Tanah Air dan merugikan industri pariwisata nasional.

Mereka mengeluhkan soal OTA asing yang tidak memiliki badan usaha tetap (BUT) di Indonesia, sehingga membuat para pengusaha hotel dibebani pengenaan pajak sementara OTA asing tidak.

Saat dikonfirmasi, Wakil Menteri Pariwisata, Ni Luh Puspa mengatakan, saat ini pihaknya masih mengkaji berbagai persoalan yang tengah dihadapi industri pariwisata Indonesia, termasuk masalah keberadaan OTA asing tersebut.

"Semua isu yang lagi dikeluhkan teman-teman industri pariwisata atau isu-isu yang krusial lainnya, itu masih dalam proses kajian kita. Tentu semua akan kita pelajari, sementara ini sedang didiskusikan," kata Ni Luh di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024.

Astindo Travel Fair 2024 Digelar di Deli Park Medan.(B.S.Putra/VIVA)

Photo :
  • VIVA.co.id/B.S. Putra (Medan)

Karena semua masalah di industri pariwisata Indonesia itu masih akan dibahas Kemenpar pekan ini, Ni Luh pun berjanji pihaknya akan segera menyampaikan perkembangan selanjutnya.

"Itu top urgency kami, dan sedang kita bahas. Pasti akan kami update secepatnya. Seminggu ini kita sedang mengkaji semuanya," ujarnya.

Diketahui, sebelumnya Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran mengatakan, salah satu masalah sektor pariwisata Indonesia yakni terkait keberadaan OTA asing.

Dimana, mereka tidak memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, sehingga para OTA asing itu pun tidak membayar pajak dan merugikan industri pariwisata lokal.

Pameran traveling.

Photo :
  • ist

"OTA asing ini tidak memiliki NPWP, jadi industri lokal yang akhirnya harus menanggung pajak sebesar 20 persen. Ini beban besar," kata Yusran.

Menurutnya, OTA asing tidak membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen seperti yang diwajibkan pada penyedia jasa di Indonesia. Padahal, aturan akomodasi perjalanan telah menentukan bahwa komisi yang diterima OTA asing bisa mencapai 18 persen, namun mereka tidak dikenakan pajak komisi 1,1 persen.